Batam (ANTARA News) - Perubahan harga BBM yang berulang kali dilakukan pemerintah pusat mempengaruhi bisnis pelayaran di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Luas perairan Kepri yang mencapai 96 persen dibanding daratan membuat informasi penurunan harga tiket feri Batam-Tanjungpinang maupun sebaliknya ditunggu masyarakat dibanding perubahan tarif angkot.

"Informasi tentang feri dari Tanjungpinang menuju Batam atau sebaliknya dibutuhkan. Kalau tentang ongkos angkot kurang menarik karena masyarakat rata-rata sudah memiliki kendaraan pribadi," kata Ketua Komunitas Bakti Bangsa Tanjungpinang Dodi Riyanto di Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Rabu

Setiap penumpang feri di Pelabuhan Sri Bintan Pura maupun di Pelabuhan Punggur Batam harus merogoh kocek Rp72.000 untuk mendapatkan satu tiket. Harga itu diterapkan Feri Marina dan Feri Baruna sejak 18 November 2014 atau saat pertama kali Presiden Joko Widodo menaikkan harga BBM.

Sebelum harga premium naik Rp 2.000 menjadi Rp 8.500 per liter dan harga solar menjadi Rp 7.500 per liter, MV Marina dan MV Baruna, perusahaan pelayaran yang melayani penumpang ke Tanjungpinang maupun Batam kompak menerapkan harga Rp55.000.

"Kondisinya sekarang berbeda, MV Marina bertahan dengan harga Rp60.000 sedangkan MV Baruna Rp65.000," kata Kepala Dinas Perhubungan Kepri Muramis.

Aroma persaingan bisnis di dalam pembahasan penyesuaian harga tiket feri Batam-Tanjungpinang maupun sebaliknya yang berlangsung kemarin siang hingga sore semakin kental.

Kedua pengelola perusahaan pelayaran itu tidak ingin satu harga tiket, Rp60.000 atau pun Rp65.000 sehingga membawa aspirasi itu kepada Gubernur Kepri HM Sani.

Muramis sudah menyerahkan laporan hasil rapat pembahasan penurunan harga tiket feri itu kepada Sani tadi pagi. Belum dapat dipastikan kapan gubernur mengeluarkan surat keputusan.

"Silahkan pengusaha bertahan dengan sikapnya, tidak ada salahnya. Tapi kami tetap antisipasi terjadinya monopoli," kata Muramis.

Dia menambahkan, Dinas Perhubungan Kepri juga sudah berkonsultasi kepada Kementerian Perhubungan terkait permasalahan itu sebelum ditetapkan gubernur.

Pihak Kementerian Perhubungan menegaskan harga tiket feri diperbolehkan tidak sama, namun dalam surat keputusan gubernur tidak boleh disebutkan nama kedua feri tersebut. Tujuannya menghindari monopoli.

Dalam surat keputusan Gubernur Kepri sebaiknya hanya ditegaskan harga tiket feri yang terbuat dari fiber Rp60.000, sedangkan feri yang terbuat dari aluminium Rp65.000.

"Jadi tidak perlu lagi disebutkan harga tiket feri MV Marina yang terbuat dari fiber Rp60.000 sedangkan MV Baruna yang terbuat dari aluminium Rp65.000," katanya.

Muramis membantah rapat berlangsung panas karena perbedaan harga tiket yang diajukan kedua perusahaan pelayaran tersebut. Perbedaan harga itu dapat diterima pemerintah sepanjang tidak merugikan masyarakat.

"Sepanjang masyarakat diuntungkan, pengusaha juga tidak rugi, aspirasi kami terima," ujarnya.


Berpotensi Bermasalah

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang mewakili konsumen dalam pembahasan penyesuaian harga tiket feri memperingatkan pemerintah berhati-hati dalam menghadapi persaingan pengusaha pelayaran.

Wakil Ketua BPSK Tanjungpinang Yeffi Zalmana di Tanjungpinang berpendapat penerapan dua harga tiket feri rute Tanjungpinang-Batam dan Batam-Tanjungpinang berpotensi menimbulkan permasalahan antara konsumen dengan pengusaha.

Konsumen, kata dia dipastikan akan menuntut fasilitas yang lebih dari feri yang menerapkan harga tiket lebih mahal.

"Kalau fasilitasnya sama, konsumen pasti keberatan membayar lebih mahal," katanya.

BPSK berharap Dinas Perhubungan Kepri mampu menengahi permasalahan itu sehingga lahir satu harga tiket feri. Masyarakat, khususnya konsumen berharap harga tiket feri yang murah, dengan fasilitas memadai.

"Pastinya masyarakat menginginkan harga tiket Rp60.000. Kalau bisa murah, pengusaha juga diuntungkan, kenapa harus dijual mahal?" katanya.

Yeffi mengatakan harga tiket feri yang bervariasi juga akan merugikan salah satu pengusaha feri. Hal itu disebabkan penumpang pasti memilih feri dengan harga tiket yang lebih murah.

"Ini akan menimbulkan permasalahan lagi akibat persaingan pengusaha. Kami berharap jangan sampai persaingan itu nantinya merugikan konsumen," ujarnya.


Tidak Masalah

Harga tiket feri rute Tanjungpinang-Batam dan Batam-Tanjungpinang tidak akan bermasalah meskipun bervariasi karena Gubernur Kepri Muhammad Sani dapat menetapkannya.

"Perbedaan harga itu disebabkan persaingan pengusaha feri. Sepanjangan menguntungkan masyarakat, tidak masalah," kata anggota DPRD Kepri daerah pemilihan Tanjungpinang Rudi Chua.

Rudi menambahkan Pemerintah Kepri tidak perlu bingung dalam menghadapi permasalahan itu. Pemerintah, sarannya tidak perlu pula berusaha menetapkan satu harga.

"Tidak perlu mencari jalan tengah dengan menetapkan satu harga dari dua harga yang diusulkan. Menurut saya, tetapkan dua harga tersebut," katanya.

Pemerintah daerah akan banyak membuang banyak energi kalau dalam dua pekan sekali menyesuaikan perubahan harga BBM yang diputusan pemerintah pusat.

"Saya nilai ini tidak efektif," katanya.

Politikus Partai Hati Nurani Rakyat itu menyarankan pemerintah pusat membuat formulasi khusus agar perubahan BBM tidak menguras energi pemerintah daerah untuk melakukan penyesuaikan harga tiket feri dan ongkos angkutan umum dalam kota.

"Pilihan lainnya mengikuti manajemen perusahaan feri rute Singapura-Tanjungpinang atau sebaliknya yang tidak terpengaruh dengan perubahan harga BBM di Singapura setiap hari. Harga tiket feri Singapura-Tanjungpinang Rp260.000 belum mengalami perubahan sejak sekitar dua tahun lalu, meski harga BBM di Singapura berubah tiap hari," katanya.


Hati-Hati

Kebijakan terkait penurunan harga tiket feri Batam-Tanjungpinang maupun Tanjungpinang-Batam tergantung Gubernur Kepri HM Sani.

Sani sendiri hingga saat ini belum memutuskan perubahan harga tiket feri.

"Saya harus berhati-hati dalam memutuskan ini, semua pihak tidak boleh dirugikan," kata Sani.

Dia mengemukakan Dinas Perhubungan Kepri sudah berulang kali membahas penyesuaian harga tiket feri bersama pengusaha feri dan BPSK, tetapi tidak dapat diputuskan dalam waktu cepat, karena harus mempertimbangkan banyak hal.

Pemerintah Kepri harus adil dalam memutuskan perubahan harga tiket feri Tanjungpinang-Batam maupun sebaliknya. Penurunan harga tiket tidak hanya sekadar mempertimbangkan persentase penurunan harga BBM, melainkan juga aspirasi dari pengusaha feri.

"Tidak mudah memutuskannya, tidak boleh berat sebelah. Kami juga harus mempelajari kondisi terkini sebagai bahan pertimbangan," ujarnya.

Sekretaris Daerah Kepri Robert Iwan L mengatakan perubahan harga tiket feri dengan rute perjalanan Tanjungpinang menuju Batam maupun sebaliknya akibat menurunnya harga BBM juga mempertimbangkan aspirasi yang disampaikan pengusaha.

"Harus diformulasi secara tepat perubahan harga tiket ini. Penumpang dan pengusaha feri harus sama-sama diuntungkan," katanya.

Dia mengemukakan fakta yang ditemukan mulai Senin hingga Kamis jumlah penumpang feri yang melakukan perjalanan dari Batam-Tanjungpinang dan Tanjungpinang-Batam hanya sedikit. Seperti tadi pagi, jumlah penumpang dari Batam menuju Tanjungpinang hanya belasan orang.

"Padahal sudah pukul 08.15 WIB, tetapi jumlah penumpang hanya sedikit," katanya.

Dia menegaskan Pemerintah Kepri berada dalam posisi netral membahas permasalahan ini. Pemerintah harus memperhatikan kepentingan konsumen dan pengusaha.

"Kami ingin mengajak semua pihak melihat kenyataan di lapangan. Feri merupakan kebutuhan penting, karena itu permasalahan ini harus diselesaikan secara baik," katanya.