Jakarta (ANTARA News) - Presiden Direktur Lembaga Konsultan Penerbangan dan Pertahanan Udara CSE Aviation Edwin Soedarmo mengatakan bahwa kebijakan penerbangan bebas ASEAN (ASEAN Open Sky) yang akan diterapkan pada Desember 2015, akan mengancam kedaulatan penerbangan Indonesia.

"Jika Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan sesuai dengan pengamanan penerbangan internasional, maka pengaturan lalu lintas penerbangan dalam negeri akan diserahkan ke negara lain yang dianggap lebih siap," ujar Edwin di Jakarta, Rabu.

Edwin mengatakan hal ini dalam kegiatan pertemuan media bertema "Tinjauan industri penerbangan di Indonesia terkait dengan carut marut penerbangan nasional", yang dilaksanakan oleh Perum LKBN Antara dan CSE Aviation.

Menurut Edwin, pengambilalihan pengaturan lalu lintas penerbangan akan sangat merugikan Indonesia karena pemerintah tidak memiliki wewenang untuk mengawasi wilayah domestiknya.

Selain itu, kata Edwin, kebijakan Penerbangan Terbuka ASEAN akan menyulitkan pengawas lalu lintas udara (ATC) Indonesia mengawal keberadaan pesawat gelap atau "black flight" karena semakin padatnya penerbangan dan teknologi yang masih tertinggal.

Apalagi, kata dia, Indonesia masih belum bisa melepaskan diri dari berbagai permasalahan untuk mendukung penerbangan seperti akses darat ke bandara masih kurang dan perencanaan pemanfaatan lahan yang belum optimal.

"Sementara Singapura, Malaysia dan Thailand telah mengatasi permasalahan tersebut dan dianggap memiliki bandara terbaik di antara negara-negara ASEAN lain," tutur dia.

Karena itulah, menurut pandangan Edwin, Indonesia belum siap menghadapi "ASEAN Open Sky" 2015 karena dari aspek teknis, infrastruktur dan kebijakan belum memadai untuk bersaing secara terbuka.

"ASEAN Open Sky" sendiri menurut dokumen ASEAN - Australia Development Cooperation Program (AADCP) yang diunduh dari halaman daring ("website") resmi ASEAN, adalah kebijakan liberalisasi penerbangan untuk menghubungkan negara-negara ASEAN.

Kebijakan yang disahkan oleh menteri-menteri transportasi ASEAN ketika mengadakan pertemuan ke-9 di Myanmar pada 2003 lalu ditujukan untuk mempercepat integrasi ekonomi di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara tersebut.

Indonesia mengatur kebijakan penerbangan bebas dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan Bab 10 Pasal 90.

UU tersebut menuliskan, "Pembukaan pasar angkutan udara menuju ruang udara tanpa batasan hak angkut udara (open sky) dari dan ke Indonesia untuk perusahaan angkutan udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral dan pelaksanaannya melalui mekanisme yang mengikat para pihak".