Pakar : percepat penanganan BG preseden buruk KPK
20 Januari 2015 21:49 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri melakukan aksi 'Pilih Kapolri Bersih' saat 'car free day' di depan pos polisi Bundaran HI, Jakarta, Minggu (18/1). (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Semarang (ANTARA News) - Pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dr Rahmat Bowo menegaskan mempercepat penanganan kasus Kapolri terpilih Komjen Budi Gunawan bisa jadi preseden buruk bagi KPK.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga independen. Tidak berada dalam proses mempercepat atau memperlambat penanganan kasus, namun menjalankannya sesuai dengan sistem," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut dia, KPK tentu sudah menetapkan agenda penanganan kasus korupsi sehingga tidak bisa kemudian dipaksa untuk mempercepat penanganan kasus tertentu, sebagaimana yang menjerat Komjen Budi Gunawan.
Tidak ada alasan yang cukup kuat bagi KPK untuk mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan, kata dia, sementara di sisi lain masih banyak yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK dan prosesnya belum terselesaikan.
"Semua berpulang kepada KPK. Namun, kalau KPK sampai mempercepat penanganan kasus tertentu dan menomor dua atau tiga kan kasus-kasus yang lain, bisa menjadi preseden buruk. Berarti, KPK tidak independen," katanya.
Kalau sampai KPK mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan, kata pengajar Fakultas Hukum Unissula itu, langkah KPK itu bisa dituntut dilakukan juga terhadap kasus-kasus lain yang hampir mirip di kemudian hari.
Bahkan, Rahmat mengatakan bisa juga muncul anggapan bahwa KPK menyelesaikan pekerjaan berdasarkan pesanan yang tentu saja akan berimplikasi luas dan negatif terhadap kredibilitas lembaga penegak hukum itu.
"Dari sistem hukum, apa urgensinya KPK mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan? Apakah hanya karena Budi Gunawan tertunda dilantik jadi Kapolri sehingga perlu dipercepat penanganannya oleh KPK?," tukasnya.
Selain itu, kata dia, seandainya KPK ingin mempercepat juga perlu ditanyakan kesiapan dari lembaga penegak hukum itu, sebab kasus-kasus yang lebih dulu ditangani pun masih ada yang belum terselesaikan.
"Dalam soal kepentingan menempatkan pejabat di lingkungan Polri, iya. Akan tetapi, akan bermasalah dengan sistem. Masa yang datang belakangan didahulukan? Yang lebih dulu tersangka malah tenang-tenang saja," pungkasnya.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga independen. Tidak berada dalam proses mempercepat atau memperlambat penanganan kasus, namun menjalankannya sesuai dengan sistem," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut dia, KPK tentu sudah menetapkan agenda penanganan kasus korupsi sehingga tidak bisa kemudian dipaksa untuk mempercepat penanganan kasus tertentu, sebagaimana yang menjerat Komjen Budi Gunawan.
Tidak ada alasan yang cukup kuat bagi KPK untuk mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan, kata dia, sementara di sisi lain masih banyak yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK dan prosesnya belum terselesaikan.
"Semua berpulang kepada KPK. Namun, kalau KPK sampai mempercepat penanganan kasus tertentu dan menomor dua atau tiga kan kasus-kasus yang lain, bisa menjadi preseden buruk. Berarti, KPK tidak independen," katanya.
Kalau sampai KPK mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan, kata pengajar Fakultas Hukum Unissula itu, langkah KPK itu bisa dituntut dilakukan juga terhadap kasus-kasus lain yang hampir mirip di kemudian hari.
Bahkan, Rahmat mengatakan bisa juga muncul anggapan bahwa KPK menyelesaikan pekerjaan berdasarkan pesanan yang tentu saja akan berimplikasi luas dan negatif terhadap kredibilitas lembaga penegak hukum itu.
"Dari sistem hukum, apa urgensinya KPK mempercepat penanganan kasus Budi Gunawan? Apakah hanya karena Budi Gunawan tertunda dilantik jadi Kapolri sehingga perlu dipercepat penanganannya oleh KPK?," tukasnya.
Selain itu, kata dia, seandainya KPK ingin mempercepat juga perlu ditanyakan kesiapan dari lembaga penegak hukum itu, sebab kasus-kasus yang lebih dulu ditangani pun masih ada yang belum terselesaikan.
"Dalam soal kepentingan menempatkan pejabat di lingkungan Polri, iya. Akan tetapi, akan bermasalah dengan sistem. Masa yang datang belakangan didahulukan? Yang lebih dulu tersangka malah tenang-tenang saja," pungkasnya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: