Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menghormati pengajuan praperadilan oleh Mabes Polri terhadap penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.

"Kami mendengar sudah diajukan praperadilan, maka posisi KPK adalah menghormati permohonan praperadilan yang diajukan bila pada saatnya disampaikan ke KPK maka akan dipelajari sungguh-sungguh," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Pada Senin (19/1), Mabes Polri melayangkan praperadilan terhadap kasus yang menjerat Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Praperadilan nantinya akan menguji sah tidaknya penetapan status tersangka yang dilabelkan KPK kepada Komjen Budi Gunawan.

"KPK akan menjalani praperadilan itu sesuai dengan hukum acara yang berlaku," tambah Bambang.

Bambang juga meyakini bahwa KPK sudah memiliki alat bukti yang cukup dalam menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka, meski Budi adalah calon Kapolri yang diajukan Presiden Joko Widodo.

"Dalam kasus BG, kami sudah mendapatkan minimal dua alat bukti dan sudah dilakukan sesuai standard operating procedur KPK, dan sudah dilakukan dengan baik dan benar. Bila ada keberatan-keberatan silakan menggunakan jalur hukum dan KPK dengan senang hati akan memberitahukan sesuai dengan prosedur," ungkap Bambang.

Bukti tersebut, menurut Bambang, punya peran penting dalam menetapkan Budi sebagai tersangka meski Budi belum pernah diperiksa dalam tingkat penyelidikan.

"Poin utama adalah sudah ada dua alat bukti yang ditemukan, jangan lupa potential suspect punya hak ingkar jadi secara common sense pengumpulan alat-alat bukti menurut KUHAP menjadi keterangan dalam kasus ini, bukan keterangan tersangka," tegas Bambang.

KPK menyangkakan Komjen Pol Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.