Jakarta (ANTARA News) - Kehilangan orang-orang tercinta misalnya karena kematian, dapat menimbulkan kesedihan mendalam.

Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI), Mira D. Amir, Psi, menganjurkan pihak keluarga tidak terburu-buru menyarankan yang bersangkutan segera berhenti bersedih.

"Biarkan dia dalam masa sedihnya. Kita enggak perlu cepat-cepat menyuruh dia berhenti bersedih, Tidak perlu berkata 'sudahlah, It's ok, It's fine', 'jangan begitu'. Proses pemulihan diri sifatnya individual sekali," kata Mira kepada ANTARA News beberapa waktu lalu.

"Biarkan dia dalam masa sedih dia. Up and down," tambah dia.

Bila orang ini mengalami masa sedih relatif lebih lama dibandingkan yang lainnya, maka pahami mengapa dia begitu, misalnya apakah orang ini tipe melankolis atau memiliki kedekatan emosi lebih dalam dengan almarhum.

"Misalkan si ayah memiliki tiga anak. Anak yang pertama mungkin bisa segera memulihkan dirinya dari kesedihan. Tetapi anak kedua yang mungkin memiliki kedekatan emosi dengan almarhum sehingga dia perlu waktu untuk memulihkan diri," kata dia.

Mira mengungkapkan, dirinya pernah menangani kasus anak yang menghadapi kematian ibunya. Saat itu, pihak keluarga bertanya mengapa anak ini tidak segera terlepas dari kesedihannya, dibandingkan adik atau kakaknya.

"Ternyata anak ini melankolis, saat ibunya akan adiknya, dia mau memberikan sebuah tulisan pada ibunya. Tetapi, si ibu meninggal sehingga tulisan itu tidak pernah tersampaikan. Buat orang lain itu sederhana tetapi untuk dia besar sekali maknanya," kata dia.

Menurut Mira, musik bisa membantu seseorang rileks. Jika ada tekanan emosi yang sulit dikeluarkan, bisa dengan memutarkan musik.

"Bisa memakai musik yang nonlirik, tetapi sifatnya terapetik. Pilih yang menenangkan agar dia bisa menerangkan, biarkan dia menangis, beri kesempatan dia mengatur nafas lagi biar dia bisa lebih rileks dan melihat perspektif masalah yang lebih luas," kata Mira.