Presiden jangan takut oligarki politik
18 Januari 2015 16:41 WIB
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri melakukan aksi 'Pilih Kapolri Bersih' saat 'car free day' di depan pos polisi Bundaran HI, Jakarta, Minggu (18/1). Aksi tersebut menggalang dukungan masyarakat untuk meminta Presiden Joko Widodo memilih Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang bersih dan bebas korupsi. (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo disarankan untuk tidak takut terhadap oligarki politik yang berada di dalam lingkaran kekuasaannya saat ini.
Hal itu disampaikan salah seorang peneliti dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar di Jakarta, Minggu, terkait dengan keadaan dilematik yang dinilainya tengah dialami Presiden Joko Widodo dalam proses penunjukan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
"Presiden jelas berada di bawah dua tekanan, di satu sisi dia harus melunasi janji politik terhadap publik memilih Kapolri yang bersih dan berintegritas, di sisi lain tersandera dengan partai pendukungnya yang biar bagaimanapun berkontribusi terhadap Presiden," kata dia.
"Pada titik inilah kemudian kami lihat ini dilematis bagi Presiden, namun biar bagaimanapun dia harus mengambil keputusan, tidak mungkin membiarkan Polri dipimpin salah satu tersangka korupsi," katanya.
Oleh karena itu, Erwin menyarankan agar Presiden sebaiknya tidak takut terhadap oligarki politik yang berada di sekitarnya saat ini, dan tetap konsisten menepati janji politik terhadap masyarakat.
"Sebenarnya Jokowi tidak usah takut terhadap oligarki. Saya pikir dengan masyarakat yang mulai kritis dan keterbukaan informasi, siapapun pemimpin yang baik itu pasti didukung masyarakat," katanya.
Erwin bahkan meminta Presiden Joko Widodo untuk belajar dari pengalaman yang dialami Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Basuki misalnya, lanjut Erwin, hingga saat ini tidak didukung partai manapun bahkan keluar dari partai pengusungnya sendiri, namun bisa memanfaatkan dukungan publik terhadap dirinya.
"Memang kita tidak bisa menyamakan skala nasional dengan skala lokal, namun saya pikir dalam beberapa hal tertentu logikanya hampir sama.
"Siapapun presidennya bila didukung oleh publik, kebijakannya akan dibela, jadi ketika ada serangan politik baik internal maupun eksternal, publik akan selalu berada di belakangnya," katanya.
Hal serupa juga diperlihatkan dengan sepak terjang KPK, kata Erwin, yang meski bukan lembaga politik namun kerap menerima serangan-serangan politik nan kuat dan sering terjadi, namun berkat dukungan publik lembaga itu bisa bertahan dari upaya pembunuhan baik politik maupun fisik.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015
Tags: