Singapura (ANTARA News) - Pembaca majalah "The Economist" di Singapura akan menemukan halaman kosong dalam edisi terbaru majalah tersebut.
Halaman ini dimaksudkan untuk mempublikasikan gambar sampul terbaru majalah satir Prancis "Charlie Hebdo", tetapi percetakan lokal majalah itu menolak untuk melakukannya, kata media lokal melaporkan, Jumat.
Halaman ke-22 majalah itu melompong tak berisi apa-apa kecuali dua kata "Halaman Hilang", kata Lianhe Zaobao.
"The Economist" menjelaskan bahwa itu karena percetakan lokal mereka di Singapura menolak untuk mencetak sampul terbaru dari "Charlie Hebdo", yang menggambarkan Nabi Muhammad menumpahkan air mata dan memegang tanda bertuliskan "Je Suis Charlie" (Saya Charlie).
Printer Times, perusahaan yang mencetak majalah itu, mengatakan dalam satu pernyataan media pada Jumat bahwa "The Economist" mengatakan kepada mereka, telah memutuskan untuk menerbitkan sampul di edisi Inggris, Asia, Amerika Serikat, dan Eropa, serta meminta percetakan untuk membiarkan mereka tahu jika pihaknya prihatin atas kasus itu, harian "Strait Times" melaporkan.
"Kami berkonsultasi dan mencatat keprihatinan kami dengan The Economist. Setelah musyawarah, The Economist mengirimkan halaman pengganti bagi kita sesuai yang telah kita cetak," kata pernyataan itu.
Yaacob Ibrahim, Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura, pada hari yang sama mengatakan bahwa ia menghargai keputusan perusahaan percetakan itu.
"Tidak ada kebebasan berekspresi tanpa batas. .. Hak untuk berbicara secara bebas dan sensitif harus datang bersama-sama," kata Yaacob.
Media Development Authority (MDA) Singapura juga menyambut keputusan tersebut.
"Ini menunjukkan pemahaman industri kami dari kepekaan yang terlibat, serta rasa hormat mereka untuk keharmonisan ras dan agama di Singapura," katanya.
(Uu.H-AK)
Singapura menolak cetak iklan "Charlie Hebdo"
17 Januari 2015 23:58 WIB
Ilustrasi - Negeri jiran Singapura (ANTARA FOTO/Joko Sulistyo)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015
Tags: