Tarif Bajaj tidak terpengaruh harga BBM
17 Januari 2015 21:36 WIB
ilustrasi Tarif Tidak Turun Sejumlah angkutan umum menunggu penumpang di Cikokol, Tangerang, Banten, Senin (5/1). Organisasi Angkutan Darat (Organda) Tangerang mengatakan tidak akan menurunkan tarif angkutan, meskipun pemerintah sudah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga ()
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah supir bajaj mengatakan bahwa tarif Bajaj tidak terpengaruh harga bahan bakar minyak (BBM) melainkan tergantung kesepakatan tawar menawar dengan penumpang.
Sopir Bajaj Samiran (47), yang biasa mangkal di Pecenongan itu mengatakan keputusan pemerintah yang akan menurunkan harga BBM jenis premium dan solar mulai Senin (19/1) tidak membuat tarif bajaj harus turun juga.
"Tidak pengaruh karena waktu kemarin harga BBM naik pun kami tidak menaikkan tarif. Soalnya tergantung tawar menawarnya dengan penumpang," kata Samiran kepada ANTARA News, di Jakarta, Sabtu.
Pria berusia 47 tahun itu mengatakan harga BBM sebenarnya juga mempengaruh pendapatannya. Apalagi, bajajnya yang berbahan bakar BBG itu kadang diisi dengan bensin.
Hal ini karena pos pengisian BBG yang masih sangat terbatas dan sedikit.
"Waktu (harga) bensin naik, biasanya saya beli bensin misalnya Rp30.000 lalu naik jadi Rp45.000. Jadinya tambah Rp15.000 untuk modal bensin karena kalau mau naikkan tarif pun sulit, kami ini tergantung kesepakatan sama penumpang," jelasnya.
"Sehari bisa dapat pendapatan bersih Rp50.000 saja sudah bersyukur," tambahnya.
Sopir bajaj lainnya, Parti mengungkapkan hal yang juga harus diperhatikan pemerintah yaitu pos pengisian BBG.
Parti yang sudah sekitar 15 tahun menjadi sopir bajaj itu mengeluh terbatasnya pos pengisian BBG sehingga membuat sopir bajak terpaksa memakai bensin. Sementara mereka sulit untuk menaikkan tarifnya meskipun harga BBM sempat naik.
"Maunya terus pakai BBG, bukan bensin tapi fasilitasnya (pos pengisian BBG) saja seperti itu. Sudah jauh-jauh kami ke sana kadang sudah habis atau tutup," tutur Parti.
Pengisian BBG, lanjutnya, hanya ada di wilayah Monas, Pesing, Perintis, Rawamangun, dan Pluit.
"Kalau di Monas yang paling dekat, kami minimal antre itu dua jam. Kadang sudah antre lama-lama mau isi BBG, lalu malah habis," katanya. "Pemerintah ini bikin aturan tetapi tidak ada kasih fasilitasnya. Sebaiknya ditambah lagi pos pengisian BBG, jadinya kami tidak pusing," tambah Parti.
Untuk pembelian BBG, ujar Parti, mereka harus mengeluarkan uang Rp3.100 per liter. Namun, karena terbatasnya BBG, mereka terpaksa menggunakan bensin.
"Kalau harga BBM memang turun, kami biasa saja," katanya.
Sopir Bajaj Samiran (47), yang biasa mangkal di Pecenongan itu mengatakan keputusan pemerintah yang akan menurunkan harga BBM jenis premium dan solar mulai Senin (19/1) tidak membuat tarif bajaj harus turun juga.
"Tidak pengaruh karena waktu kemarin harga BBM naik pun kami tidak menaikkan tarif. Soalnya tergantung tawar menawarnya dengan penumpang," kata Samiran kepada ANTARA News, di Jakarta, Sabtu.
Pria berusia 47 tahun itu mengatakan harga BBM sebenarnya juga mempengaruh pendapatannya. Apalagi, bajajnya yang berbahan bakar BBG itu kadang diisi dengan bensin.
Hal ini karena pos pengisian BBG yang masih sangat terbatas dan sedikit.
"Waktu (harga) bensin naik, biasanya saya beli bensin misalnya Rp30.000 lalu naik jadi Rp45.000. Jadinya tambah Rp15.000 untuk modal bensin karena kalau mau naikkan tarif pun sulit, kami ini tergantung kesepakatan sama penumpang," jelasnya.
"Sehari bisa dapat pendapatan bersih Rp50.000 saja sudah bersyukur," tambahnya.
Sopir bajaj lainnya, Parti mengungkapkan hal yang juga harus diperhatikan pemerintah yaitu pos pengisian BBG.
Parti yang sudah sekitar 15 tahun menjadi sopir bajaj itu mengeluh terbatasnya pos pengisian BBG sehingga membuat sopir bajak terpaksa memakai bensin. Sementara mereka sulit untuk menaikkan tarifnya meskipun harga BBM sempat naik.
"Maunya terus pakai BBG, bukan bensin tapi fasilitasnya (pos pengisian BBG) saja seperti itu. Sudah jauh-jauh kami ke sana kadang sudah habis atau tutup," tutur Parti.
Pengisian BBG, lanjutnya, hanya ada di wilayah Monas, Pesing, Perintis, Rawamangun, dan Pluit.
"Kalau di Monas yang paling dekat, kami minimal antre itu dua jam. Kadang sudah antre lama-lama mau isi BBG, lalu malah habis," katanya. "Pemerintah ini bikin aturan tetapi tidak ada kasih fasilitasnya. Sebaiknya ditambah lagi pos pengisian BBG, jadinya kami tidak pusing," tambah Parti.
Untuk pembelian BBG, ujar Parti, mereka harus mengeluarkan uang Rp3.100 per liter. Namun, karena terbatasnya BBG, mereka terpaksa menggunakan bensin.
"Kalau harga BBM memang turun, kami biasa saja," katanya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: