Surabaya (ANTARA News) - Universitas Airlangga (Unair) Surabaya memiliki guru besar baru yakni Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS yang meneliti "bioterorisme" dan Prof Dr drs I Ketut Sudiana MSi yang meneliti cara baru kemoterapi yang aman.
Dalam Sidang Universitas Khusus Pengukuhan Guru Besar yang dipimpin Rektor Unair Prof Dr H Fasich Apt di Auditorium Rektorat setempat, Sabtu, juga dikukuhkan Prof Dr Ir Tini Surtiningsih DEA sebagai guru besar yang meneliti "Biofertilizer" (pupuk hayati) dari mikroorganisme yang mampu meningkatkan produk pertanian.
"Sebagai peneliti, kalau memperhatikan struktur kuman penyakit hewan di Indonesia ada sejumlah fakta yang aneh, meski motif dan dampaknya masih belum jelas," kata Guru Besar FKH Unair Surabaya Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom dalam pidato pengukuhannya.
Oleh karena itu, peneliti Flu Burung, MERS, Ebola, dan vaksin itu menduga "bioterorisme" (teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit) sudah terjadi di Indonesia, karena itu kemungkinan "bioterorisme" itu perlu diantisipasi, mengingat MEA atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi.
"Fakta-fakta aneh itu bisa diperkuat dengan dua faktor yakni motif dan dampak. Kalau kita bisa meneliti motif dibalik bioterorisme itu, lalu dampak secara ekonomis, maka kita akan meyakini bahwa bioterorisme benar adanya. Kalau saya, saya sudah meyakini berdasarkan struktur kuman yang aneh," katanya.
Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia dan Biomolekuler FKH Unair itu memaparkan fakta-fakta non-alami yang memperkuat dugaan ada "Bioterorisme" di Indonesia antara lain Flu Burung yang terjadi sejak 2003 tapi hingga 2015 atau 12 tahun tidak terselesaikan, termasuk Flu Babi 2009 yang strukturnya juga tidak alami.
"Bahkan, virus Flu Burung yang menyerang bebek pada tahun 2012, ternyata tidak sama dengan virus Flu Burung sebelumnya dan justru ada kemiripan dengan virus serupa di Tiongkok. Itu aneh, kecuali ada impor bebek dari sana," kata guru besar ke-18 FKH yang masih aktif itu.
Selain itu, pihaknya juga mendeteksi jejak virus Ebola pada hewan sejak tahun 2012 yang ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti virus itu pada orangutan. "Anehnya, virus Ebola itu ada kemiripan dengan yang terjadi Afrika, bukan Filipina. Itu aneh," katanya.
Ia pun menyebut kasus terbaru yang terjadi di Jatim yakni penyakit anthrax di Blitar. "Itu aneh, karena Jatim selama ini kan dikenal bebas Anthrax. Yang jelas, ada dua akibat terkait itu yakni Pemprov Jatim sudah mengucurkan dana untuk itu dan potensi menular pada hewan dan manusia juga sangat mungkin," katanya.
Oleh karena itu, Unair akan mengembangkan Pusat Riset/Kajian Anti-Bioterorisme yang siap bekerja sama dengan pihak manapun. "Kami memiliki peralatan yang lengkap untuk itu, termasuk bio-defense atau riset untuk mengalihkan kuman negatif menjadi positif," katanya.
Sementara itu, Guru Besar FK Unair Surabaya Prof Dr drs I Ketut Sudiana MSi merancang penelitian tentang cara baru kemoterapi yang aman untuk membunuh kanker, yakni kemoterapi nutrisi kombinasi (KNK).
"KNK itu masih tahap awal, tapi lebih aman daripada kemoterapi saat ini, katena itu KNK bisa menjadi kandidat terapi kanker di masa datang," katanya dalam pengukuhan yang dihadiri Ketua Senat Akademik Universitas Prof Dr drs Fendy Suhariadi MT dan disaksikan 90 lebih Guru Besar setempat.
Unair miliki guru besar "bioterisme" dan kemoterapi
17 Januari 2015 20:13 WIB
Universitas Airlangga (bem.unair.ac.id)
Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: