Jakarta (ANTARA News) - Gereja Katolik Indonesia menentang keras hukuman mati karena hak hidup adalah hak dasar dan hanya bisa dicabut oleh Sang Pencipta.

Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau
Konferensi Wali Gereja Indonesia Pastor Siswantoko Pr mengaku prihatin atas sikap Presiden Joko Widodo yang mempercepat eksekusi hukuman mati enam orang terpidana hukuman mati kasus narkoba yang terdiri dari lima orang di Nusa Kambangan dan 1 orang di Boyolali, 18 Januari nanti.

"Tidak seorang pun berhak menghilangkan nyawa orang lain, termasuk negara. Hak hidup adalah hak yang paling mendasar, pemberian dari Sang Pencipta dan bukan buatan manusia serta konstruksi budaya. Oleh karena itu Gereja Katolik selalu ingin membela kehidupan (pro Life). Bagi Gereja, penjahat kelas kakap sekali pun masih mempunyai hak untuk hidup dan Negara harus memberikannya. Hak tersebut bersifat universal dan tidak bisa diperdebatkan," kata Pastor Siswantoko kepada Antaranews di Jakarta, Jumat.

Gereja Katolik menentang hukuman mati kepada keenam terpidana dengan alasan masih meragukan sistem penegakan hukum di Indonesia.

Pastor Siswantoko mempertanyakan keadilan dan transparansi serta keobyektifan pengadilan Indonesia ketika masih banyak kasus salah tangkap.

"Bukan rahasia lagi bahwa dalam penegakan hukum di Indonesia masih banyak kasus salah tangkap, salah hukum dan hukuman yang tidak sebanding dengan kesalahannya," kata dia.

Dia menyambung, "Begitu pula dalam penegakan hukum masih banyak tindakan intervensi kepentingan politik dan mafia peradilan masih menjadi persoalan besar di kalangan para penegak hukum."

"Dalam hal ini apakah presiden bisa menjamin bahwa proses peradilan yang ada sampai pada akhirnya divonis hukuman mati sungguh-sungguh adil, transparan, bebas dari permainan dan berdasarkan kebenaran?"

Jika pemerintah berdalih hukuman mati adalah untuk memberi efek jera sehingga mengurangi peredaran narkoba di Indonesia, maka Gereja Katolik menuntut ada penelitian yang membuktikan hukuman mati mampu menurunkan jumlah kejahatan atau peredaran narkoba.

"Gereja Katolik mendesak kepada pemerintah Joko Widodo agar hukuman mati dihapuskan dari ranah hukum di Negara Indonesia ini karena tidak memiliki dampak apa-apa untuk terwujudnya penegakan hukum yang bermartabat dan keadilan sebagaimana yang diharapkan," kata dia.

Salah satu solusi pengganti hukuman mati, menurut Pastor Siswantoko, adalah hukuman penjara seumur hidup sebagaimana diatur KUH Pidana Republik Indonesia tanpa pengampunan hingga si pelaku pidana meninggal dunia tanpa ada intervensi hukuman mati oleh siapa pun.

Selama ini Gereja Katolik sendiri telah melakukan berbagai pembinaan terhadap para korban penyalahgunaan narkoba dan kampanye antinarkoba, salah satunya dengan mengeluarkan Nota Pastoral Anti-Narkoba tahun 2014 bekerja sama dengan BNN.

"Dengan nota tersebut kami mengimbau rumah sakit katolik dan sekolah-sekolah katolik untuk memberi pelayanan korban, contohnya sekolah-sekolah gencar melaksanakan pemberantasan narkoba sehingga anak-anak bisa tahu bahaya dan dampak narkoba," kata dia.