Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, menyatakan, komitmen antikorupsi Presiden Joko Widodo diragukan bila tetap melantik Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia.




"Kalau membaca komitmennya (Jokowi) mengenai anti-KKN, lima tahun ke depan dia akan mengkhianati komitmen itu, jadi komitmen anti korupsinya diragukan," kata Adnan, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.




Pernyataan itu diungkapkan Adnan setelah menerima Relawan Salam 2 Jari yang datang ke KPK untuk memberikan dukungan sekaligus mendesak Jokowi membatalkan pencalonan Gunawan.




Komitmen antikorupsi itu Buku Putih 8 Agenda Pemberantasan Korupsi yang ditandangani Jokowi dan Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, saat datang ke KPK pada masa kampanye pemilihan presiden.




"Ya itu khan ditandatangani Prabowo dan Jokowi," tambah Adnan.




Bila Jokowi tetap melantik Gunawan sebagai kepala Kepolisian Indonesia, menurut Adnan, juga melecehkan organisasi Kepolisian Indonesia secara keseluruhan.




Jika itu terjadi maka baru pertama kali dalam sejarah Indonesia seorang kepala Kepolisian Indonesia dapat diberi surat penahanan sebagai tersangka pidana korupsi.




"Bayangkan kalau diteruskan dan kami menggeledah, menyita terkait pribadi seorang kepala Kepolisian Indonesia yang menjadi tersangka khan dikira kita melecehkan Kepolisian Indonesia sehingga berdampak pada konflik kelembagaan, bisa menimbulkan chaos, maka perlu dicegah," ungkap Adnan.




Apalagi banyak kegiatan KPK yang bekerja sama dengan Kepolisian Indonesia di daerah.




"Kami khawatir berdampak pada kinerja KPK karena banyak kegiatan pencegahan kami ke daerah yang dapat dukungan dari Kepolisian Indonesia akan terpengaruh, kami bagus sekarang kerja samanya," jelas Adnan.




Jokowi mengajukan Gunawan itu kepada DPR pada Jumat (9/1) tanpa meminta penelusuran rekam jejak kepada KPK dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan.




Padahal pada KPK Gunawan sebagai tersangka dugaan pidana korupsi penerimaan hadiah terkait transaksi yang mencurigakan sejak 12 Januari 2015.