Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengklaim telah terjadi perubahan sangat drastis setelah diberlakukannya kebijakan moratorium izin penangkapan ikan serta penenggalaman kapal pencuri ikan.

"Perubahannya sangat drastis, sangat besar," kata Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di Gedung Mina Bahari I, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pencitraan satelit dari yang dipantau oleh KKP sangat jauh berbeda bila dibandingkan pada saat ini dengan awal pelaksanaan implementasi moratorium dan sebelum penenggalaman kapal.

Ia mencontohkan, jumlah VMS ("Vessel Monitoring System") yang dipasang di kapal penangkap ikan yang beroperasi di kawasan perairan Indonesia, dulu yang aktif sekitar 900-an, sekarang turun menjadi hanya 130.

Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengatakan, sebetulnya juga masih ada kapal penangkap ikan yang memiliki izin tetapi melakukan "illegal fishing" karena prakteknya tidak sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan KKP.

Sebagaimana diberitakan, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) meminta pemerintah untuk mewaspadai sebanyak 5.400 kapal penangkap ikan berbendera asing yang memasuki kawasan perairan Indonesia.

"Sedikitnya terdapat 5.400 kapal asing bebas keluar masuk wilayah perairan Indonesia dan fakta ini semestinya menjadi cerminan penegakan hukum yang tegas," kata Sekjen Kiara Abdul Halim.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo mengeluhkan penurunan mutu ikan tuna yang antara lain karena kebijakan pelarangan "transshipment" atau pengalihmuatan di tengah laut.

"Dampak pelarangan transshipment dengan kapal-kapal angkut yang menuju pelabuhan Indonesia adalah jumlah tangkapan tuna makin sedikit dan terjadi penurunan mutu," kata Herwindo kepada Antara, Senin (12/1).

Menurut Herwindo, hal itu bisa berimplikasi kepada beragam hal terkait perekonomian sektor kelautan dan perikanan seperti kehilangan pasar tuna di luar negeri.

Selain itu, ujar dia, hal itu juga dapat mengakibatkan jumlah ekspor tuna Indonesia menjadi berkurang padahal tuna merupakan salah satu komoditas ekspor nasional.

"Bisa berakibat kita kehilangan pasar tuna di luar negeri, atau pun paling tidak ekspor tuna kita berkurang," tukasnya.

Ia berpendapat bahwa kebijakan larangan "transshipment" seharusnya tidak dipukul rata, seperti bila menitip ikan ke pelabuhan yang terdapat di daerah-daerah di Indonesia seharusnya diperbolehkan karena alasan efisiensi.

Ketua Umum Gappindo mengingatkan bahwa bila kapal penangkap ikan harus bolak-balik ke pelabuhan maka biaya yang dikeluarkan bakal terlalu besar ditanggung pengusaha.