Kejagung diminta segera eksekusi bandar narkoba
Ilustrasi -- Pelaksanaan Eksekusi Mati Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kedua kanan) didampingi Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie (kiri), Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno (tengah), Jaksa Agung Prasetyo (kedua kiri) dan Kepala Bareskrim Polri Suhardi Alius memberikan keterangan menganai peninjauan kembali (PK) hukuman eksekusi mati di Jakarta, Jumat (9/1). Disepakati bahwa eksekusi terpidana mati yang grasinya telah ditolak presiden dapat segera dilakukan serta akan segera dibuat peraturan pemerintah untuk pengaturan PK. (FOTO ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Ternate (ANTARA News) - Praktisi hukum di Maluku Utara (Malut) Muhammad Conoras meminta kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera melakukan eksekusi terhadap para terpidana mati bandar narkoba, terutama yang permohonan grasinya ditolak Presiden RI.
"Upaya hukum yang dilakukan terpidana mati bandar narkoba berupa Peninjauan Kembali (PK) kedua sebaiknya tidak menjadi halangan bagi Kejagung untuk mengeksekusi terpidana mati para bandar narkoba yang ditolak permohonan grasinya oleh Presiden RI tersebut," kata praktisi hukum yang juga Direktur II Konsorsium Maku Waje itu, di Ternate, Selasa.
Menurut dia, sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memang seorang terpidana bisa melakukan PK atas kasus yang dialaminya lebih dari satu kali, tetapi putusan MK ini jangan diberlakukan untuk terpidana mati bandar narkoba yang telah mengajukan permohonan grasi kepada Presiden dan ditolak.
(Baca juga: Akhirnya "lakon" eksekusi mati dibatalkan)
Logika hukumnya, kata Muhammad Conoras, seorang terpidana mati bandar narkoba yang mengajukan permohonan grasi kepada Presiden setelah upaya PK yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) ditolak berarti ia mengakui perbuatannya jadi sebenarnya tidak beralasan lagi untuk melakukan PK kedua.
Ia menilai, PK kedua yang diajukan terpidana mati bandar narkoba tersebut sebenarnya hanyalah sebagai trik untuk menghalangi pelaksanaan eksekusi mati, oleh karena itu, Kejagung jangan mudah terpengaruh dengan trik para terpidana mati bandar narkoba itu.
Pemerintah dan DPR, kata Muhammad Conoras, harus segera mengeluarkan regulasi yang mengatur mengenai proses pengajuan PK, khususnya untuk kasus terpidana mati bandar narkoba, yang intinya ketika PK ditolak dan permohonan grasi kepada Presiden juga ditolak maka tidak ada lagi upaya hukum lain dari terpidana, termasuk berupa PK kedua.
(Simak di sini, pendapat pakar hukum pidana mengenai peninjauan kembali dapat menunda eksekusi)
Menurut Muhammad Conoras, bandar narkoba layak dihukum mati, karena perbuatan mereka telah mengakibatkan bencana besar di masyarakat, seperti banyaknya orang yang tewas akibat barang haram itu.
"Penegak hukum di Indonesia selama ini sering memberikan hukuman ringan kepada bandar narkoba, akibatnya di Indonesia tumbuh subur bandar narkoba, bahkan telah menjadi salah satu tujuan pasar narkoba di dunia," katanya.
Ia menambahkan, penerapan hukuman mati kepada bandar narkoba bisa menjadi salah satu upaya untuk mencegah suburnya bandar narkoba di Indonesia, karena jika adanya hukuman seperti itu dipastikan akan membuat seseorang takut untuk menjadi bandar narkoba.
(Baca juga: Polri siap laksanakan eksekusi terpidana mati)
Pewarta: La Ode Aminuddin
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015