Bekerja di perusahaan pelayaran swasta nasional dengan penghasilan memadai dan membuatnya bisa mengunjungi berbagai kota di luar negeri, tidak membuat Djunaidi (40) betah bertahan di perusahaan tempatnya bekerja itu.

Pada 2001 alumni Akademi Maritim Indonesia (AMI) Makassar tahun 1995 itu memilih bergabung di Badan SAR Nasional (Basarnas) Makassar, karena ia merasa lembaga ini bisa menyalurkan hobinya suka menolong, terutama yang mengalami musibah.

Ayah dua putra yang kini menjabat Kepala Seksi Operasi Basarnas Malut ini mengaku sejak kecil sangat hobi menolong orang lain yang mengalami masalah dan hobinya itu berlanjut ketika kuliah di AMI Makassar, termasuk saat bekerja di perusahaan pelayaran.

"Saya selalu tidak sabar memberi pertolongan ketika melihat orang mengalami kecelakaan atau musibah, saya merasa senang sekali setiap usai menolong orang lain oleh karena itu ketika saya pulang ke Makassar tahun 2001 dan ada penerimaan di Basarnas Makassar, saya langsung ikut seleksi dan lolos," katanya.

Sejak saat itu, ia aktif menjalani berbagai tugas sebagai anggota Basarnas, seperti ambil bagian dalam penangganan musibah jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, bencana tsunami di Aceh dan banjir bandang Wasior di Papua Barat.

Selain itu, juga ambil bagian dalam upaya pencarian korban berbagai musibah tenggelamnya kapal laut sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan dan provinsi lainnya di Indonesia, termasuk sejumlah kasus kecelakaan pendaki gunung di berbagai daerah.

Ia juga mengaku telah mengikuti berbagai program latihan untuk meningkatkan kemampuan sebagai anggota Basarnas, yang dilakukan di dalam maupun luar negeri, termasuk berbagai upaya untuk meningkatkan wawasan dengan cara membaca buku dan bertanya kepada mereka yang lebih berpengalaman di bidang Sar.

Sebelum bertugas di Basarnas Ternate Malut akhir tahun 2014, pria kelahiran Makassar dan dikenal sebagai sosok yang menyenangkan dan pantang menyerah oleh rekan-rekannya ini, bertugas di Basarnas Gorontalo dan sempat pula menjadi koordinator Basarnas di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

Ia mengaku untuk meningkatkan kemampuannya sebagai anggota Basarnas, tidak hanya berusaha terus menambah wawasan dan keterampilan mengenai tugas pokok Basarnas, tetapi juga terus menjaga kesehatan fisik.

Masalahnya seorang anggota Basarnas untuk bisa melaksanakan tugas dengan baik tidak hanya bisa bermodalkan penguasaan teori, tetapi juga kondisi kesehatan yang prima dan kesiapan fisik.

Oleh karena itu, ia selalu berusaha menkonsumsi makanan yang sehat, rajin berolahraga serta menghindari segala hal yang dapat merusak kesehatan, seperti minuman keras dan narkoba.


Suka Duka


Lama menjadi anggota Basarnas, menurut Djunaidi telah mengalami berbagai suka dan duka, yang kesemuanya semakin mematangkan dirinya dan membuatnya semakin termotivasi untuk mengabdi sebagai anggota Basarnas.

Perasaan suka yang dirasakan Djunaidi sebagai anggota Basarnas terutama ketika upaya penyelamatan atau evakuasi korban musibah bisa dilaksanakan dengan baik, sedangkan perasaan dukanya jika upaya penyelematan atau evakuasiitu gagal.

Djunaidi mengaku menjadi anggota Basarnas tidak hanya membuatnya bisa menyalurkan hobi menolong orang lain yang mengalami musibah, tetapi juga bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga, karena penghasilan sebagai anggota Basarnas cukup memadai.

"Menjadi anggota Basarnas selain menerima gaji bulanan, juga berbagai tunjangan yang keseluruhannya saya rasa cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi kalau pemerintah masih memberikan tambahan tunjangan karena tugas anggota Basarnas sangat berat, tentu sangat baik," ujarnya.

Dalam melaksanakan tugas, Ia mengaku mendapat dukungan dari keluarga, bahkan ketika ia terpaksa harus meninggalkan isteri atau anaknya yang sakit karena panggilan tugas, tidak pernah ada protes dari anak atau isteri.

Bahkan profesinya sebagai anggota Basarnas, menimbulkan kebanggaan bagi isteri dan anak-anak, karena tugas anggota Basarnas yang menolong orang merupakan perbuatan mulia.

Harapan Djunaidi kepada pemerintah terkait dengan Basarnas adalah dalam perekrutan anggota Basarnas jangan disamakan dengan perekrutan CPNS di instansi lain yang menggunakan sistem CAT.

Rekrutmen anggota Basarnas, menurut Djunaidi, sebaiknya dilakukan secara khusus oleh Basarnas seperti di TNI dan Polri, karena yang dibutuhkan di Basarnas bukan hanya soal kemampuan kecerdasan, tetapi juga kemampuan jasmani dan jiwa menolong.

Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, misalnya indeks prestasi kumulatif (IPK) 4,0 dan saat mengikuti tes dengan sistem CAT mampu meraih nilai diatas ambang batas, tidak serta merta akan mampu menjadi anggota Basarnas yang tangguh, kalau ternyata fisiknya tidak mendukung, misalnya sakit-sakitan atau tidak tahan dengan udara dingin.

Di wilayah Malut, menurut Djunaidi, anggota Basarnas hanya 39 orang dan jumlah itu jelas sangat minim jika dibandingkan dengan luas wilayah Malut dan banyaknya potensi bencana di daerah ini, seperti musibah kapal tenggelam, erupsi gunung berapi dan banjir lahar dingin.

Hal lainnya yang perlu menjadi perhatian pemerintah terkait upaya peningkatan tugas Basarnas di Malut adalah penyediaan infrastruktur operasi yang memadai, terutama infrastruktur transportasi karena wilayah Malut sangat luas dan belum sepenuhnya didukung dengan transportasi umum yang lancar.