London (ANTARA News) - Manajer klub Chelsea, Jose Mourinho, kembali menambah koleksi teori konspirasinya setelah Chelsea tumbang 3-5 dari tuan rumah Tottenham Hotspurs, dengan menyalahkan wasit yang tidak memberikan timnya hadiah penalti.

Mourinho yang pada pekan lalu mengatakan, terdapat konspirasi anti-Chelsea dari pelatih-pelatih lain, kali ini merasa momen kunci kekalahan timnya dalam derby London itu adalah ketika bola mengenai tangan bek Hotspurs, Jan Vertonghen, di kotak penalti setelah Chelsea unggul 1-0 melalui Diego Costa.

"Pada kedudukan 1-0 suatu tindakan jelas dapat mengubah skor menjadi 2-0, dan biasanya dengan 2-0 hasilnya akan benar-benar berbeda," ucap Mourinho kepada para pewarta setelah kekalahan di White Hart Lane.

Ia pun berkomentar mengeluhkan penalti yang tidak diberikan mengacu kepada hasil imbang 1-1 ketika Chelsea berhadapan dengan Southampton, Minggu.

"Pada akhirnya kita berbicara mengenai dua pertandingan. Kami memiliki satu angka yang hilang dari enam (angka) ketika dua keputusan krusial akan memberi kami enam (angka)," tambah Mourinho.

Mourinho menjelaskan lebih lanjut. "Setiap pertandingan tidak dapat diprediksi namun terdapat beberapa hal pada pertandingan yang dapat diprediksi."

Mourinho pun menyinggung kekalahan lain yang diderita Chelsea saat melawan Newcastle United.

"Tentu saja saya benci harus kalah, namun saya lebih memilih kalah seperti yang saya alami saat melawan Newcastle dengan penampilan bersih dari wasit Martin Atkinson dan penampilan yang tidak beruntung dari kami," ucapnya.

"Namun pada pertandingan karena Anda kalah karena sepak bola, itu merupakan perasaan yang berbeda," kata dia mengomentari hasil pertandingan saat derby London melawan Tottenham Hotspurs. (Simak di sini, Tottenham Hotspurs permalukan Chelsea). Demikian Reuters.

Kepemimpinan wasit kembali dituding oleh the Special One (julukan Mouriho) menjadi penyebab kekalahan Chelsea. Bukan dua gol Harry Kane yang menaklukkan para bek tengahnya, meskipun dia mengakui terjadi sejumlah kesalahan di pertahanan, bukan energi dan kemudaan lini tengah Tottenham, bukan para pemainnya yang terlihat kehabisan energi, dan tentu saja bukan keputusannya tetap menyimpan Didier Drogba ketika timnya memerlukan lebih banyak gol.

(H-RF)