Sukabumi (ANTARA News) - Naiknya harga kedelai impor mendorong pengrajin tahu dan tempe di Sukabumi, Jawa Barat mengurangi ukuran produknya.

"Kami terpaksa mengurangi ukuran tempe dan tahu ini untuk mengurangi kerugian karena naiknya harga kedelai," kata Yanto, salah seorang perajin tempe di Kampung Cikiray Kidul, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, kepada Antara di Sukabumi, Jumat.

Menurutnya, harga kedelai impor saat ini mencapai Rp8.300 sampai Rp8.500 per kilogramnya dari sebelumnya yang hanya Rp8.000.

Walaupun kenaikan harga kedelai tidak signifikan, bagi pengrajin kecil seperti Yanto itu membebani usahanya.

Apalagi setelah naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, membuat biaya operasional seperti untuk pengadaan plastik, biaya transportasi, dan bahan bakar gas 3 kg dan biaya transportasi, juga meningkat.

Pengrajin diakui Yanto mengalami dilema. Pembeli akan mengeluh apabila harga tahu dan tempe dinaikkan mengingat makanan berprotein tinggi itu sudah menjadi kegemaran banyak orang, selain harganya relatif murah.

"Kami hanya bisa berharap pemerintah bisa menanggulangi permasalahan ini, seperti memberikan kompensasi kepada perajin tempe dan tahu, khususnya bantuan dana dan peralatan," tambahnya.

Sementara Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perajin Tahu Tempe Sukabumi, Dadang Jamaludin, mengatakan bahwa di Sukabumi kota maupun kabupaten terdapat sekitar 600 perajin.

Dengan kenaikan harga kedelai dan biaya operasional belakangan ini, banyak perajin yang mengeluh apalagi yang berada di pelosok.

Harga kedelai di daerah yang lebih pelosok bisa mencapai Rp10 ribu/kg karena biaya transportasi lebih tinggi.

"Kami berharap pemerintah bisa melakukan berbagai upaya dan kebijakan terkait kedelai yang selama ini masih sangat bergantung kepada Amerika Serikat," katanya.

Kenaikan harga kedelai impor terjadi sejak rupiah melemah terhadap dolar AS.