Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menyita mobil terkait ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Fuad Amin Imron dalam penyidikan kasus dugaan penerimaan suap untuk Fuad terkait dengan jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan Madura, jatim

"Yang penting hari ini adalah dilakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap aset harta kekayaan yang diduga hasil korupsi," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan bahwa KPK menyita 5 mobil dan 1 motor di salah satu lokasi di Jakarta.

Mobil-mobil tersebut adalah Toyota Alphard bernomor polisi B 1250 TFU, mobil Kijang Innova silver bernomor polisi B 1824 TRQ, Honda CRV hitam berpelat B 1277 TJC, Suzuki Swift putih berpelat B 1683 IOM dan Toyota Camry hitam bernomor B 1341 TAE dan sudah berada di gedung KPK.

"Dan ada satu motor yang disita dari satu lokasi di Jakarta," kata Priharsa.

Sebelumnya pada Senin (22/12), KPK sudah menyita dua mobil Fuad di garasi rumah mewahnya di Jalan Raya Saksak, Kelurahan Kraton Kecamatan Kota, Bangkalan.

Kedua mobil yang disita KPK itu masing-masing jenis Alpard warna putih dengan nomor polisi L 1956 M dan mobil Kijang Innova warna silver dengan nomor polisi M 1299 GC.

Kasus suap terhadap Fuad Amin sendiri terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono pada Senin (1/12). Selanjutnya pada Selasa (2/12) dini hari, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Fuad Amin saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi sampai sekarang belum juga selesai dibangun.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS akibatnya, gas bumi sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU PEmberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.