Minarak tunggu kepres pembayaran korban lumpur
23 Desember 2014 02:50 WIB
Semburan Lumpur Lapindo Sidoarjo. Satu pesawat Casa NC 212 milik Skuadron Udara 600 Wing Udara 1 Puspenerbal, melintas di atas pusat semburan lumpur panas Lapindo Sidoarjo, Rabu (26/11). Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan akan membangun jalur rel baru yang terletak di sebelah barat tanggul lumpur Lapindo sepanjang 10 Km senilai Rp200 miliar, guna mengantisipasi rel kereta api di Porong, Sidoarjo, dari ancaman lumpur Lapindo. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)
Sidoarjo (ANTARA News) - PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar PT Lapindo Brantas saat ini menunggu keluarnya keputusan presiden (kepres) terkait dengan pembayaran untuk korban lumpur Lapindo.
Vice Presiden Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala, Senin, mengatakan, saat ini dirinya masih menunggu kepres tersebut terkait dengan pembayaran kepada korban lumpur.
"Sambil menunggu keluarnya kepres tersebut, maka kami akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo atau BPLS," katanya saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Senin.
Ia mengemukakan, koordinasi yang dilakukan tersebut untuk melihat secara rinci data atau berkas mana saja yang harus diselesaikan dan diberikan kepada BPLS.
"Selain itu, kami juga memberikan data wilayah mana saja yang sudah kami selesaikan dan masuk ke dalam peta areal terdampak," katanya.
Ia mengatakan, intinya sesuai dengan keterangan dari Menteri Pekerjaan Umum menyebutkan bahwa aset lumpur Sidoarjo tersebut diserahkan kepada pemerintah melalui Kejaksaan Agung supaya mendapatkan payung hukum yang jelas.
"Nantinya aset yang kami miliki tersebut diserahkan dan kami akan mendapatkan dana senilai Rp781 miliar serta kami diberikan waktu selama empat tahun tersebut untuk mengembalikan dana yang diberikan tersebut," katanya.
Menurut dia, langkah yang dilakukan ini sudah bagus supaya persoalan warga sudah bisa diselesaikan dengan cepat dan baik.
"Saat ini memang baru input data dari sekitar berkas 3337 berkas yang belum terbayarkan oleh Minarak Lapindo Jaya. Sementara jumlah berkas yang mencapai sepuluh ribu lebih juga akan dilakukan verifikasi oleh BPLS apakah berkas tersebut sudah terselesaikan semua atau belum," katanya.
Disinggung terkait dengan pelunasan kepada pengusaha dirinya mengaku masih belum memikirkan untuk hal tersebut.
"Kami masih belum memikirkan untuk yang itu. Dan pemerintah sampai dengan saat ini juga masih belum membicarakan masalah tersebut," katanya.
Vice Presiden Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala, Senin, mengatakan, saat ini dirinya masih menunggu kepres tersebut terkait dengan pembayaran kepada korban lumpur.
"Sambil menunggu keluarnya kepres tersebut, maka kami akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo atau BPLS," katanya saat dikonfirmasi di Sidoarjo, Senin.
Ia mengemukakan, koordinasi yang dilakukan tersebut untuk melihat secara rinci data atau berkas mana saja yang harus diselesaikan dan diberikan kepada BPLS.
"Selain itu, kami juga memberikan data wilayah mana saja yang sudah kami selesaikan dan masuk ke dalam peta areal terdampak," katanya.
Ia mengatakan, intinya sesuai dengan keterangan dari Menteri Pekerjaan Umum menyebutkan bahwa aset lumpur Sidoarjo tersebut diserahkan kepada pemerintah melalui Kejaksaan Agung supaya mendapatkan payung hukum yang jelas.
"Nantinya aset yang kami miliki tersebut diserahkan dan kami akan mendapatkan dana senilai Rp781 miliar serta kami diberikan waktu selama empat tahun tersebut untuk mengembalikan dana yang diberikan tersebut," katanya.
Menurut dia, langkah yang dilakukan ini sudah bagus supaya persoalan warga sudah bisa diselesaikan dengan cepat dan baik.
"Saat ini memang baru input data dari sekitar berkas 3337 berkas yang belum terbayarkan oleh Minarak Lapindo Jaya. Sementara jumlah berkas yang mencapai sepuluh ribu lebih juga akan dilakukan verifikasi oleh BPLS apakah berkas tersebut sudah terselesaikan semua atau belum," katanya.
Disinggung terkait dengan pelunasan kepada pengusaha dirinya mengaku masih belum memikirkan untuk hal tersebut.
"Kami masih belum memikirkan untuk yang itu. Dan pemerintah sampai dengan saat ini juga masih belum membicarakan masalah tersebut," katanya.
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: