Jakarta (ANTARA News) - Direktur Institut Madani Nusantara Prof Nanat Fatah Natsir menyarankan Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali memimpin Partai Demokrat, karena sudah teruji saat menjadi presiden selama dua periode.

"Demi melanjutkan kemajuan demokrasi bangsa Indonesia, sebaiknya Pak Yudhoyono bersedia kembali menjadi ketua umum Partai Demokrat periode 2015-2019," kata Nanat Fatah Natsir melalui pesan singkat, Senin.

Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menilai Indonesia mengalami kemajuan di beberapa bidang saat Yudhoyono menjadi presiden. Karena itu, dia berharap Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Yudhoyono bisa terus melanjutkan kemajuan demokrasi Indonesia.

"Beliau sudah teruji memimpin bangsa selama dua periode dengan berhasil. Kemajuan Indonesia di bidang demokrasi dan ekonomi diakui dan dipuji oleh tokoh-tokoh dunia," tuturnya.

Partai Demokrat akan menggelar kongres untuk memilih ketua umum pada 2015. Hingga saat ini, nama Susilo Bambang Yudhoyono mengerucut sebagai salah calon untuk memimpin partai berlambang bintang tiga sudut berwarna biru itu.

Beberapa tokoh di internal Partai Demokrat menyatakan harapannya agar Yudhoyono bisa kembali memimpin partai tersebut. Apalagi, kepemimpinan Yudhoyono atas partai bisa dikatakan kepemimpinan darurat karena menggantikan Anas Urbaningrum yang menjadi tersangka kasus korupsi.

Sebagai salah satu pendiri, Yudhoyono sebelumnya lebih banyak duduk di dewan pembina, apalagi karena posisinya sebagai Presiden Indonesia.

"Yudhoyono belum pernah menjadi ketua umum secara utuh. Sebelumnya menjadi ketua dewan pembina. Kemudian baru dua tahun terakhir menjadi ketua umum, tapi lebih konsentrasi dengan jabatan presiden. Kami ingin Yudhoyono benar-benar memimpin partai ini," ucap Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf.

Kesediaan Yudhoyono untuk memimpin Partai Demokrat juga diharapkan sebagai pemersatu partai. Bila Yudhoyono bersedia menjadi ketua umum, diyakini tidak akan ada perpecahan di tubuh Partai Demokrat, apalagi dualisme kepemimpinan.

Hal itu berkaca pada beberapa partai yang hingga saat ini terjadi dualisme kepemimpinan yang belum berhasil diselesaikan di internal partai.