Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Surabaya, Muhammad Romahurmuziy, mengakui pengubahan nomenklatur struktur partai merupakan penyesuaian terhadap Undang-Undang tentang Partai Politik.

"Semua sudah ada landasan hukumnya dan kami menyesuaikan undang-undang dan tidak asal mengubah nomenklatur struktur partai," ujarnya di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, sesuai UU RI 2/2011 tentang Perubahan Atas UU RI 2/2008 tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa verifikasi kepengurusan partai dilakukan hingga tingkat kecamatan sehingga perlu adanya struktur dewan pimpinan.

Selama ini, kata dia, di tingkat kecamatan hanya dipimpin oleh seorang ketua pimpinan anak cabang (PAC), namun kali ini diubah menjadi dewan pimpinan cabang (DPC).

"Dulu DPC sebutan untuk kepengurusan tingkat kabupaten/kota. Tapi kali ini diganti dewan pimpinan daerah (DPD). Alasannya satu, menyesuaikan UU dalam rangka memenuhi persyaratan verifikasi," katanya.

Sedangkan, lanjut dia, nomenklatur struktur kepengurusan di tingkat nasional dan provinsi tidak ada perubahan, yakni dewan pimpinan pusat (DPP) dan dewan pimpinan wilayah (DPW).

Politisi yang akrab disapa Romy itu menjelaskan berubahnya nomenklatur kepengurusan juga berdasarkan kesepakatan pada hasil muktamar yang merupakan musyawarah tertinggi di tingkat partai.

Sementara itu, menanggapi kritikan PPP kubu Djan Faridz terhadap berubahnya nomenklatur struktur kepengurusan partai, anggota DPR RI itu menilai kritikan yang ditujukan tidak tepat karena sudah sesuai kesepakatan peserta muktamar.

"Kritikan itu timbul karena tidak memiliki dukungan wilayah dan daerah. Jadi kami anggap bukan permasalahan penting," katanya.

Sebelumnya, pengubahan struktur partai disorot dan dikritik Wakil Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, Fernita Darwis, yang beranggapan kubu Romy sudah keluar dari substansi sebagai dasar bahwa mereka adalah PPP.

Ia juga berpendapat, semestinya Romy mengubah lambang partaim asas sekaligus mengubah nama partai.

"Kalau menyatakan harus mendirikan partai baru maka itu kami anggap sebagai bentuk ketidaktahuan membaca undang-undang tentang partai politik," katanya menanggapi.