30 persen hutan mangrove Indonesia rusak
12 Desember 2014 17:23 WIB
Ilustrasi--Wisata Hutan Mangrove TNBB. Pengunjung bersantai di hutan mangrove di Taman Nasional Bali Barat, Buleleng, Bali, Kamis (27/11). Kawasan hutan mengrove tersebut menjadi salah satu tempat wisata yang berada dalam Taman Nasional Bali Barat. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Kotabaru (ANTARA News) - Sekitar 29-30 persen dari 3,7 juta hektare kawasan hutang mangrove di Indonesia saat ini dalam kondisi rusak, ujar Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Pesisir dan Laut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Heru Waluyo.
"Penyebab rusaknya kawasan hutang mangrove tersebut, akibat alih fungsi mangrove menjadi kawasan komersial, dan permukiman," jelas Heru, usai melakukan penanaman mangrove di Pantai Sarangtiung, Kotabaru, yang merupakan rangkaian Hari Nusantara ke-14 di Kotabaru, Jumat.
Kerusakan tersebut, lanjutnya menjadi tanggung jawab bersama, seperti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, masyarakat dan kementerian lainnya.
Menurut dia, diperlukan kerja keras pemerintah, terutama pemerintah daerah sebagai ujung tombak dan didorong oleh pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian yang terkait untuk memulihkan kembali atau merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak tersebut.
Heru menegaskan, setelah direhabilitasi atau dipulihkan, jangan sampai ada pihak lain yang berupaya melakukan alih fungsi mangrove menjadi kawasan komersial.
Misalkan, ada kepala daerah yang berusaha untuk merubah kawasan menjadi daerah komersial, dengan alasan investasi, pengembangan kota atau yang lainnya.
Ia berharap, pemerintah daerah bijak dalam mengelola sumber daya alam, lingkungan harus tetap dijaga, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir tetap harus dilaksanakan.
"Intinya pembangunan berkelanjutan tetap harus menjadi priorotas utama, bagaimana pembangunan tetap bisa seiring sejalan dengan lingkungan tetap terjaga dan tidak terjadi pengrusakan," paparnya.
Pembangunan berkelanjutan juga harus disosialisasikan kepada masyarakat di pesisir, dalam hal ini nelayan, dan petambak, dalam membuka tambak tetap tidak melakukan penebangan mangrove yang dapat menyebabkan hilangnya biota laut.
"Yang ideal, nelayan bisa memelihara ikan budidaya dengan lingkungan dan ekosistem tetap terjaga," katanya.
"Penyebab rusaknya kawasan hutang mangrove tersebut, akibat alih fungsi mangrove menjadi kawasan komersial, dan permukiman," jelas Heru, usai melakukan penanaman mangrove di Pantai Sarangtiung, Kotabaru, yang merupakan rangkaian Hari Nusantara ke-14 di Kotabaru, Jumat.
Kerusakan tersebut, lanjutnya menjadi tanggung jawab bersama, seperti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi, masyarakat dan kementerian lainnya.
Menurut dia, diperlukan kerja keras pemerintah, terutama pemerintah daerah sebagai ujung tombak dan didorong oleh pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian yang terkait untuk memulihkan kembali atau merehabilitasi kawasan mangrove yang rusak tersebut.
Heru menegaskan, setelah direhabilitasi atau dipulihkan, jangan sampai ada pihak lain yang berupaya melakukan alih fungsi mangrove menjadi kawasan komersial.
Misalkan, ada kepala daerah yang berusaha untuk merubah kawasan menjadi daerah komersial, dengan alasan investasi, pengembangan kota atau yang lainnya.
Ia berharap, pemerintah daerah bijak dalam mengelola sumber daya alam, lingkungan harus tetap dijaga, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir tetap harus dilaksanakan.
"Intinya pembangunan berkelanjutan tetap harus menjadi priorotas utama, bagaimana pembangunan tetap bisa seiring sejalan dengan lingkungan tetap terjaga dan tidak terjadi pengrusakan," paparnya.
Pembangunan berkelanjutan juga harus disosialisasikan kepada masyarakat di pesisir, dalam hal ini nelayan, dan petambak, dalam membuka tambak tetap tidak melakukan penebangan mangrove yang dapat menyebabkan hilangnya biota laut.
"Yang ideal, nelayan bisa memelihara ikan budidaya dengan lingkungan dan ekosistem tetap terjaga," katanya.
Pewarta: Imam Hanafi
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: