Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa minggu terakhir didorong oleh sikap pelaku pasar masih mengkhawatirkan kondisi perekonomian global.

"Ini lebih karena faktor eksternal," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa.

Menurut Bambang, perekonomian Tiongkok sedang melambat yang secara langsung bisa mempengaruhi sektor ekspor nasional, sedangkan perekonomian AS mulai membaik yang berarti ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.

"Itulah market. Kita tidak bisa mengontrol market seperti mengontrol yang lain," katanya menanggapi perilaku pasar terkait data ekonomi global.

Bambang mengatakan bahwa situasi ini akan membuat pemerintah akan mengkaji kembali asumsi makro nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN-Perubahan 2015 yang akan diajukan pada awal Januari.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan asumsi rupiah dalam APBN 2015 sebesar Rp11.900 per dolar AS, dan Bambang pernah memberikan sinyal untuk tidak mengubah asumsi tersebut, mengingat The Fed segera menyesuaikan suku bunga acuan pada pertengahan tahun depan.

"Pokoknya kita akan mencari forecast yang paling masuk awal," katanya.

Bambang enggan berkomentar lebih lanjut terkait kemungkinan Bank Indonesia telah melakukan intervensi untuk menahan perlemahan rupiah tersebut, karena itu merupakan kewenangan dari bank sentral.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak menguat 20 poin menjadi Rp12.335 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.355 per dolar AS.

"Laju mata uang rupiah bergerak menguat, diperkirakan Bank Indonesia melakukan intervensi agar tidak tertekan lebih dalam," kata Kepala riset Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada.

Namun, menurut dia, laju rupiah cenderung masih tertahan di tengah sentimen negatif saat ini yang cukup dominan. Bank Dunia yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 menjadi salah satu faktor negatif bagi mata uang domestik.

"Kondisi itu akan membawa dampak buruk bagi fundamental rupiah ke depan dan mendorong pelaku pasar untuk lebih memilih masuk ke dolar AS untuk menjaga nilai aset," katanya.