Yogyakarta berlakukan perda perlindungan disabilitas
6 Desember 2014 14:01 WIB
Ilustrasi - Sejumlah penyandang disabilitas mengikuti kirab budaya memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) di Temanggung, Jateng, Rabu (3/12). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Yogyakarta (ANTARA News) - Pemerintah DI Yogyakarta mulai memberlakukan Peraturan Daerah DIY tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas secara penuh setelah perda itu diundangkan dua tahun lalu.
"Untuk itu, kami sudah mengumpulkan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dengan implementasi peraturan daerah itu," kata Asisten II Pemerintah DIY Sulistyo di sela Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, langkah yang dilakukan SKPD dan instansi terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas memang belum akan maksimal, karena hal tersebut membutuhkan waktu.
"Semuanya terus berproses. Salah satunya adalah melengkapi bangunan atau gedung dengan akses untuk penyandang disabilitas. Gedung tersebut diberi tenggat waktu 10 tahun untuk melengkapinya," katanya.
Peraturan daerah tersebut mengakomodasi 11 jenis disabilitas di antaranya, gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, motorik dan mobilitas, cerebral palsy, autis, epilepsi, dan retardasi mental.
Untuk hak penyandang disabilitas yang diatur dalam peraturan daerah tersebut meliputi hak di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, seni, budaya, olah raga, politik, hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal, dan aksesibilitas.
Selain itu, lanjut dia, di seluruh kota dan kabupaten di DIY sudah terbentuk Komite Penyandang Disabilitas untuk menampung berbagai keluhan dari penyandang disabilitas.
"Mungkin saja dalam peraturan daerah tersebut belum diatur mengenai permasalahan yang dikeluhkan sehingga komite bisa menindaklanjutinya terlebih dulu," katanya.
Dalam peraturan daerah tersebut juga dicantumkan ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada penanggung jawab perusahaan daerah atau swasta yang tidak memenuhi kuota satu persen tenaga kerja penyandang disabilitas.
Penanggung jawab perusahaan terancam hukuman pidana enam bulan dan denda maksimal Rp200 juta sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Sementara itu, Kepala Bidang Penanganan Masalah Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat mengatakan keluhan yang disampaikan penyandang disabilitas di antaranya masih mengalami kesulitan mengakses fasilitas publik dan kesempatan kerja.
"Untuk kesempatan kerja, perlu ada komunikasi dua arah sehingga kebutuhan perusahaan dapat dipenuhi oleh tenaga kerja dari penyandang disabilitas," katanya.
Sementara itu, akses publik, seperti trotoar, perlu terus dibenahi agar dapat diakses dengan mudah oleh penyandang disabilitas. "Memang masih banyak hambatan di trotoar seperti pohon, tiang listrik, hingga kendaraan," katanya.
"Untuk itu, kami sudah mengumpulkan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dengan implementasi peraturan daerah itu," kata Asisten II Pemerintah DIY Sulistyo di sela Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, langkah yang dilakukan SKPD dan instansi terkait perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas memang belum akan maksimal, karena hal tersebut membutuhkan waktu.
"Semuanya terus berproses. Salah satunya adalah melengkapi bangunan atau gedung dengan akses untuk penyandang disabilitas. Gedung tersebut diberi tenggat waktu 10 tahun untuk melengkapinya," katanya.
Peraturan daerah tersebut mengakomodasi 11 jenis disabilitas di antaranya, gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, motorik dan mobilitas, cerebral palsy, autis, epilepsi, dan retardasi mental.
Untuk hak penyandang disabilitas yang diatur dalam peraturan daerah tersebut meliputi hak di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, sosial, seni, budaya, olah raga, politik, hukum, penanggulangan bencana, tempat tinggal, dan aksesibilitas.
Selain itu, lanjut dia, di seluruh kota dan kabupaten di DIY sudah terbentuk Komite Penyandang Disabilitas untuk menampung berbagai keluhan dari penyandang disabilitas.
"Mungkin saja dalam peraturan daerah tersebut belum diatur mengenai permasalahan yang dikeluhkan sehingga komite bisa menindaklanjutinya terlebih dulu," katanya.
Dalam peraturan daerah tersebut juga dicantumkan ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada penanggung jawab perusahaan daerah atau swasta yang tidak memenuhi kuota satu persen tenaga kerja penyandang disabilitas.
Penanggung jawab perusahaan terancam hukuman pidana enam bulan dan denda maksimal Rp200 juta sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Sementara itu, Kepala Bidang Penanganan Masalah Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Octo Noor Arafat mengatakan keluhan yang disampaikan penyandang disabilitas di antaranya masih mengalami kesulitan mengakses fasilitas publik dan kesempatan kerja.
"Untuk kesempatan kerja, perlu ada komunikasi dua arah sehingga kebutuhan perusahaan dapat dipenuhi oleh tenaga kerja dari penyandang disabilitas," katanya.
Sementara itu, akses publik, seperti trotoar, perlu terus dibenahi agar dapat diakses dengan mudah oleh penyandang disabilitas. "Memang masih banyak hambatan di trotoar seperti pohon, tiang listrik, hingga kendaraan," katanya.
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: