Hal itu disampaikan Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut, Laksamana Madya TNI Dessy A Mamahit, di geladak KRI Sultan Hasanuddin-366, di perairan Kepulauan Riau, Jumat.
"Proses operasi tersebut menjadi bukti nyata aparat pengamanan laut tegas melakukan tugasnya, kami sudah melakukan sinergitas antar pihak keamanan laut," katanya.
"Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Bakorkamla memperlihatkan bukti bahwa kerja sama antar aparat pengamanan laut meningkat," katanya.
Dua kapal dari KKP, yakni Kapal Pemerintah Napoleon dan KP Ketipas beserta satu Kapal Negara Bintang Laut dari Bakorkamla, menjadi eksekutor atas operasi penenggalaman tiga kapal ikan asing itu.
Kapal-kapal yang dikerahkan untuk operasi penenggelaman itu bukan kapal perang dalam jajaran TNI AL, sehingga dikategorikan sebagai kapal sipil yang dipersenjatai. Dampaknya bisa berbeda jika kapal perang TNI AL yang melakukan hal itu.
Beberapa hari lalu, Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, berkata kepada pers, akan mencari "cara yang elegan" untuk melakukan penenggelaman kapal-kapal asing ilegal itu. Saat itu, dia tidak mengungkap persis "cara elegan" yang dia maksud itu.
Untuk mempercepat proses kapal-kapal itu karam, personel Komando Pasukan TNI AL meletakkan bahan peledak dan kemudian diledakkan dari jarak jauh.
Penenggelaman kapal-kapal asing ilegal itu selama 1 jam 49 menit, pada pukul 10:00-11.49 WIB. Adapun perairan di mana penenggelaman itu dilakukan berkedalaman sekitar 40-60 meter.
Sementara itu, Mamahit juga memastikan operasi tersebut sudah sesuai prosedur hukum, yaitu UU Nomor 69/2009 tentang Perikanan.
"Undang-Undang Perikanan juga menyatakan pemerintah atau aparat keamanan laut berhak memusnahkan barang bukti. Kami tidak main-main dengan proses hukum, semua penghancuran hingga penenggelaman sesuai prosedur," kata bekas komandan Sekolah Staf dan Komando TNI AL itu.