Los Angeles/Washington/Boston (ANTARA News) - Delapan hari setelah serangan maya (cyber attack) besar-besaran terhadap Sony Pictures Entertainment, studio Hollywood itu masih berjuang untuk memulihkan beberapa sistem komputernya, Selasa malam, sementara para penyelidik mencari bukti untuk mengidentifikasi pelaku serangan.

Menurut seorang sumber yang mengetahui sistem operasi Sony, beberapa karyawan di unit hiburan Sony Corp diberi komputer baru untuk menggantikan komputer yang telah diserang dengan virus langka penghapus data, yang telah membuat mesin komputer tidak dapat beroperasi.

Dalam memo yang dilihat oleh Reuters yang ditujukan kepada staf, wakil pemimpin studio itu Michael Lynton dan Amy Pascal mengakui bahwa "sejumlah besar data rahasia Sony Pictures Entertainment telah dicuri oleh para penyerang, termasuk informasi kepegawaian dan dokumen bisnis".

Dalam memo itu disampaikan bahwa pihak perusahaan "masih belum yakin mengenai cakupan penuh informasi yang telah dimiliki atau mungkin dilepas ke dunia maya oleh para penyerang".

Oleh karena itu, pihak perusahaan mendorong karyawan untuk memanfaatkan layanan perlindungan identitas yang ditawarkan.

Namun, kekhawatiran pihak Sony Pictures ditekankan pada tingkat keparahan pelanggaran dunia maya itu, yang menurut para ahli merupakan serangan besar pertama di sebuah perusahaan Amerika Serikat.

Serangan maya itu dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak berbahaya berkategori sangat merusak, yang dirancang untuk membuat jaringan komputer tidak dapat beroperasi.

Menurut seorang pejabat keamanan nasional AS, penyelidik pemerintah yang dipimpin oleh FBI sedang mempertimbangkan beberapa tersangka yang terlibat dalam serangan itu, termasuk Korea Utara.

FBI mengatakan bahwa dalam penyelidikan itu pihaknya bekerja sama dengan rekan-rekan di Jepang, negara asal Sony.

Setelah serangan terhadap Sony Pictures, FBI juga memperingatkan kalangan bisnis AS mengenai adanya para peretas yang menggunakan perangkat lunak berbahaya dan menyarankan beberapa cara untuk mempertahankan diri dari serangan maya tersebut.

Peringatan itu menyebutkan bahwa beberapa perangkat lunak yang digunakan oleh peretas telah disusun dalam bahasa Korea, tetapi isi peringatan itu tidak membahas kemungkinan keterkaitan hal itu dengan Korea Utara.

Serangan maya yang diluncurkan pada 24 November itu hanya mempengaruhi komputer dengan perangkat lunak Windows dari Microsoft Corp, sehingga karyawan Sony yang menggunakan produk Mac dari Apple Inc., seperti banyak karyawan di departemen pemasaran, tidak terpengaruh serangan maya itu.

Sony Pictures Entertainment menutup jaringan komputer internalnya pekan lalu untuk mencegah serangan perangkat lunak penghapus data itu menyebabkan kerusakan lebih lanjut terhadap sistem komputer perusahaan, hingga memaksa karyawan bekerja menggunakan kertas dan pena.

Studio Hollywood itu telah menghidupkan kembali beberapa sistem jaringan komputernya, dengan fokus pertama pada bagian di perusahaan yang menghasilkan pendapatan, termasuk bagian pemasaran dan distribusi film dan acara TV.

Serangan maya itu muncul pada masa yang sulit bagi Sony, menyusul adanya serangan penolakan-layanan pada Sony PlayStation Network pada Agustus lalu. Sony juga menjadi korban dalam kasus pelanggaran dunia maya terkenal pada 2011, yang mengorbankan data puluhan juta pengguna PlayStation Network.

Sony Pictures Entertainment telah mempekerjakan unit forensik Mandiant milik FireEye Inc untuk membersihkan serangan cyber besar-besaran yang telah merusak jaringan komputer studio itu hampir seminggu lalu.

Los Angeles Times melaporkan bahwa sistem komputer di unit kerja Sony Corp mengalami gangguan pada Senin lalu (24/11) setelah muncul gambar tengkorak merah dan frase berbunyi "Hacked By #GOP" (Diretas oleh #GOP), yang dilaporkan sebagai nama singkatan dari "Guardians of Peace" (Penjaga Perdamaian).

Situs berita teknologi Re/code melaporkan bahwa Sony sedang menyelidiki untuk mengetahui apakah para peretas yang melakukan aksinya atas nama Korea Utara meluncurkan serangan sebagai balasan atas dukungan Sony Pictures Entertainment dalam pembuatan film "The Interview", yang akan dirilis pada 25 Desember di Amerika Serikat dan Kanada.

"The Interview" adalah sebuah film komedi tentang upaya CIA untuk membunuh pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.

Dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, pemerintah Korea Utara mengecam film tersebut dan menyebutnya sebagai "sponsor terang-terangan terorisme, serta tindakan perang".