Jerusalem (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon pada Selasa (2/12) mengecam Turki, yang merupakan anggota NATO, karena menampung Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) di wilayahnya.

"Markas Hamas berada di Jalur Gaza dan Istanbul. Tak bisa dipercaya bahwa satu anggota NATO menampung markas organisasi teror di wilayahnya," kata Yaalon di dalam satu pernyataan yang disiarkan oleh kantornya.

Ia mengatakan Israel baru belum lama ini "menggagalkan rencana Hamas untuk melancarkan kudeta militer" terhadap Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA), yang dikuasai Fatah, pimpinan Presiden Mahmoud Abbas.

Pada Agustus, Shin Bet, dinas keamanan dalam negeri Israel, mengumumkan penangkapan 93 anggota Hamas yang dikatakannya "siap melancarkan serangkaian serangan teror yang bisa merenggut banyak korban terhadap sasaran Israel".

Serangan itu, katanya, "bertujuan menciptakan ketidak-stabilan di Tepi Barat Sungai Jordan sehingga akan memudahkan penggulingan Abbas dan Kabinetnya".

Badan intelijen Israel saat itu juga menyatakan bahwa Salah Al-Aruri, pemimpin senior militer Hamas di Turki, menjadi otak upaya kudeta yang gagal tersebut dan mendanai prasarana untuk menyalurkan lebih dari dua juta shekel (500.000 dolar AS).

Yaalon mengatakan Hamas saat ini "tak tertarik untuk memperburuk situasi" akibat "harga mahal" yang dibayarnya selama perang Jalur Gaza pada musim panas tahun ini, demikian laporan Xinhua.

Menurut beberapa laporan, Hamas telah memutuskan untuk mendirikan markas operasi di Istanbul setelah bertahun-tahun kehadirannya di Suriah.

Israel telah mendesak NATO agar melakukan tindakan terhadap Ankara karena menampung Hamas.

Turki dan Israel dulu memiliki hubungan diplomatik erat, yang mengalami pukulan serius pada 2010 --ketika personel pasukan komando Israel menyerbu satu kapal yang berusaha melanggar blokade laut yang diberlakukan atas Jalur Gaza. Sembilan warga negara Turki tewas dalam serangan tersebut.

Turki mengusir duta besar Israel dan memanggil utusannya untuk Israel sehubungan dengan peristiwa itu, sementara kedua pihak tersebut masih mempertahankan hubungan diplomatik tingkat rendah.

(Uu.C003)