Sulitnya menaikkan derajat sepak bola Indonesia
29 November 2014 11:37 WIB
Anggota tim nasional Indonesia Evan Dimas, Manahati Lestusen, Hariyono dan Ramdani Lestaluhu merayakan gol ke gawang Laos pada pertandingan penyisihan Piala AFF 2014 Grup A di Stadion Hang Day, Hanoi, Jumat (28/11). (ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo)
Hanoi (ANTARA News) - Target juara yang sudah dicanangkan tim sepak bola nasional Indonesia berakhir antiklimas dengan kegagalan mencapai babak semifinal pada kejuaraan antarbangsa Asia Tenggara Piala AFF 2014.
Pada babak penyisihan grup A yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, 22-28 November, Indonesia hanya menempati urutan ketiga dari empat tim peserta.
Kemenangan besar 5-1 atas Laos setidaknya menyelamatkan wajah sepak bola Indonesia di kawasan Asia Tenggara, meskipun itu tidak cukup untuk mencapai semifinal.
Tim asuhan Alfred Riedl tersebut sempat difavoritkan oleh kalangan media massa di Vietnam yang menganggap Indonesia sebagai tim penuh pengalaman dan sulit dikalahkan.
Setidaknya hal tersebut memang terbukti saat pertandingan pertama melawan Vietnam yang berakhir 2-2.
Namun setelah itu Firman Utina dan kawan-kawan sudah tidak bisa bangkit lagi.
Untuk pertama kalinya timnas Indonesia dikalahkan Filipina, negara yang tim sepak bolanya baru berkembang dan sebelumnya selalu menjadi underdog di kawasan Asia Tenggara.
Dan yang lebih mengejutkan, Indonesia kalah telak 0-4 dari Filipina dalam pertandingan di Stadion My Dinh, Hanoi.
"Inilah kenyataan yang harus diterima. Filipina tampil bagus, sedangkan kita kurang persiapan, dan stamina pemain kita kalah," kata Riedl.
Persiapan Indonesia untuk ke Piala AFF tahun ini memang dapat dibilang sangat buruk.
Meskipun program pelatnas resminya sudah mulai sejak Maret 2014, kenyataannya tim pelatih belum dapat mengumpulkan pemain yang dinilai layak masuk timnas karena kompetisi Liga Super Indonesia masih bergulir.
Tim baru lengkap sekitar seminggu menjelang berangkat ke Hanoi, setelah kompetisi liga selesai. Itupun dengan pemain-pemain yang tenaganya sudah terkuras di klubnya.
Dukungan kompetisi
"Ideal minimal empat sampat enam minggu sebelum mengikuti turnamen kita sudah punya susunan tim yang lengkap di pelatnas, sedangkan ini kita sudah seminggu mau berangkat pemain belum kumpul semua," kata asisten pelatih timnas Wolfgang Pikal.
Idealnya juga, kata Pikal, kompetisi liga harus bisa mendukung terbentuknya tim nasional yang kuat.
Harapannya ke depannya persiapan tim nasional dan jadwal kompetisi tidak saling berbenturan sehingga siapa pun pelatihnya akan punya ruang gerak yang lebih luas.
Hal itu diakui Firman Utina, kapten tim nasional yang membawa klubnya, Persib meraih juara Liga Super Indonesia.
"Setelah bermain untuk klub, kami merasa terhormat mendapat kepercayaan masuk timnas, tapi dengan waktu yang sempit ini sulit untuk mencapai peak performance," kata Firman.
Dalam peringkat terbaru FIFA yang dirilis pada 27 November, Indonesia masih berada di urutan ke-157 dunia, atau urutan keenam di antara negara-negara Asia Tenggara.
Kegagalan lolos ke semifinal Paiala AFF membuat derajat tim sepak bola Indonesia jatuh dan tidak bisa lagi disebut sebagai salah satu tim kuat Asia Tenggara.
Menjadi tim papan atas kelas dunia sampai saat ini hanya menjadi impian bagi masyarakat Indonesia, kalau tidak, mungkin di tingkat Asia atau pun lebih rendah lagi di tingkat Asia Tenggara.
Tapi di tingkat kawasan pun ternyata keinginan itu masih sulit terwujud.
Menurut Firman, masih ada harapan untuk meningkatkan derajat sepak bola Indonesia di masa depan, karena dalam tim yang sekarang pelatih Afred Riedl mulai memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda.
Pemain seperti Evan Dimas, Manahati Lestusen, Zulham Zamrun dan Ramdani Lestaluhu terbukti cukup berperan saat tampil pada laga terakhir grup A melawan Laos.
"Silakan hujat kami yang sudah senior karena kegagalan di semifinal AFF ini, tapi jangan kepada pemain-pemain muda, mereka tidak boleh patah semangat karena mereka akan jadi andalan kita di masa depan," kata Firman.
Pada babak penyisihan grup A yang berlangsung di Hanoi, Vietnam, 22-28 November, Indonesia hanya menempati urutan ketiga dari empat tim peserta.
Kemenangan besar 5-1 atas Laos setidaknya menyelamatkan wajah sepak bola Indonesia di kawasan Asia Tenggara, meskipun itu tidak cukup untuk mencapai semifinal.
Tim asuhan Alfred Riedl tersebut sempat difavoritkan oleh kalangan media massa di Vietnam yang menganggap Indonesia sebagai tim penuh pengalaman dan sulit dikalahkan.
Setidaknya hal tersebut memang terbukti saat pertandingan pertama melawan Vietnam yang berakhir 2-2.
Namun setelah itu Firman Utina dan kawan-kawan sudah tidak bisa bangkit lagi.
Untuk pertama kalinya timnas Indonesia dikalahkan Filipina, negara yang tim sepak bolanya baru berkembang dan sebelumnya selalu menjadi underdog di kawasan Asia Tenggara.
Dan yang lebih mengejutkan, Indonesia kalah telak 0-4 dari Filipina dalam pertandingan di Stadion My Dinh, Hanoi.
"Inilah kenyataan yang harus diterima. Filipina tampil bagus, sedangkan kita kurang persiapan, dan stamina pemain kita kalah," kata Riedl.
Persiapan Indonesia untuk ke Piala AFF tahun ini memang dapat dibilang sangat buruk.
Meskipun program pelatnas resminya sudah mulai sejak Maret 2014, kenyataannya tim pelatih belum dapat mengumpulkan pemain yang dinilai layak masuk timnas karena kompetisi Liga Super Indonesia masih bergulir.
Tim baru lengkap sekitar seminggu menjelang berangkat ke Hanoi, setelah kompetisi liga selesai. Itupun dengan pemain-pemain yang tenaganya sudah terkuras di klubnya.
Dukungan kompetisi
"Ideal minimal empat sampat enam minggu sebelum mengikuti turnamen kita sudah punya susunan tim yang lengkap di pelatnas, sedangkan ini kita sudah seminggu mau berangkat pemain belum kumpul semua," kata asisten pelatih timnas Wolfgang Pikal.
Idealnya juga, kata Pikal, kompetisi liga harus bisa mendukung terbentuknya tim nasional yang kuat.
Harapannya ke depannya persiapan tim nasional dan jadwal kompetisi tidak saling berbenturan sehingga siapa pun pelatihnya akan punya ruang gerak yang lebih luas.
Hal itu diakui Firman Utina, kapten tim nasional yang membawa klubnya, Persib meraih juara Liga Super Indonesia.
"Setelah bermain untuk klub, kami merasa terhormat mendapat kepercayaan masuk timnas, tapi dengan waktu yang sempit ini sulit untuk mencapai peak performance," kata Firman.
Dalam peringkat terbaru FIFA yang dirilis pada 27 November, Indonesia masih berada di urutan ke-157 dunia, atau urutan keenam di antara negara-negara Asia Tenggara.
Kegagalan lolos ke semifinal Paiala AFF membuat derajat tim sepak bola Indonesia jatuh dan tidak bisa lagi disebut sebagai salah satu tim kuat Asia Tenggara.
Menjadi tim papan atas kelas dunia sampai saat ini hanya menjadi impian bagi masyarakat Indonesia, kalau tidak, mungkin di tingkat Asia atau pun lebih rendah lagi di tingkat Asia Tenggara.
Tapi di tingkat kawasan pun ternyata keinginan itu masih sulit terwujud.
Menurut Firman, masih ada harapan untuk meningkatkan derajat sepak bola Indonesia di masa depan, karena dalam tim yang sekarang pelatih Afred Riedl mulai memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda.
Pemain seperti Evan Dimas, Manahati Lestusen, Zulham Zamrun dan Ramdani Lestaluhu terbukti cukup berperan saat tampil pada laga terakhir grup A melawan Laos.
"Silakan hujat kami yang sudah senior karena kegagalan di semifinal AFF ini, tapi jangan kepada pemain-pemain muda, mereka tidak boleh patah semangat karena mereka akan jadi andalan kita di masa depan," kata Firman.
Pewarta: Teguh Handoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: