Proses pemakzulan Yingluck Shinawatra segera dimulai
28 November 2014 17:47 WIB
Dokumentasi pemimpin ekonomi Thailand, PM Yingluck Shinawatra, berjalan menuju lokasi APEC Leaders Dinner and Cultural Performance di BNDCC, Nusa Dua, Bali, Senin malam (7/10). Sama seperti semua pemimpin ekonomi APEC yang berkumpul, perempuan perdana menteri ini juga memakai kain endek Bali saat itu. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)
Bangkok (ANTARA News) - Legislatif militer Thailand memulai proses permakzulan terhadap mantan Perdana Menteri Thailand yang digulingkan, Yingluck Shinawatra, Jumat, atas program subsidi beras yang merugi dipandang sebagai langkah lanjut untuk mencoba untuk mengakhiri pengaruh kuat politik keluarga Shinawatra.
Yingluck yang digulingkan dari jabatannya Mei lalu, setelah pengadilan menemukan dia bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan, beberapa hari sebelum militer mengambil alih pemerintahan menyusul demonstrasi jalanan berbulan-bulan yang bertujuan mengusir pemerintahan Yingluck.
Sehari setelah penurunan Yingluck, Komisi Nasional Anti-Korupsi Thailand menyatakan perempuan mantan perdana menteri itu bersalah atas penyalahgunaan skema beras.
Keputusan yang dikeluarkan oleh junta atau secara resmi dikenal sebagai Dewan Nasional untuk Ketentraman dan Ketertiban (NCPO), bergerak selangkah lebih dekat untuk membasmi pengaruh Yingluck dan kakaknya mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
Thailand telah mengalami serangkaian pergolakan politik sejak Thaksin disingkirkan dalam kudeta sebelumnya pada tahun 2006. Kerajaan Shinawatra juga terbagi berdasarkan pendukung dan musuh-musuhnya.
Pakar Asia Tenggara dari konsultan politik berbasis di New York, Eurasia Group, Ambika Ahuja, mengatakan bahwa pihak militer menggunakan ancaman permakzulan sebagai alat "tawar-menawar".
"Mengingat reaksi potensial dari pendukung akar rumput Thaksin, tentara akan melanjutkan prosesnya secara hati-hati," kata Ahuja.
Militer akan ingin menggunakan kemungkinan impeachment sebagai tawar-menawar daripada menyudahi permainan segera tambah Ahuja.
"Kami telah menetapkan Jumat, 9 Januari 2015, menjadi hari pembukaan sidang yang melibatkan terdakwa, Komisi Anti-Korupsi Nasional dan terdakwa Yingluck," kata Pornpetch Wichitcholachai, Presiden Majelis Legislatif Nasional.
Skema pembelian beras yang membayar petani hingga 50 persen di atas tarif pasar untuk hasil panen mereka, membantu membawa Yingluck berkuasa dalam pemilihan umum pada tahun 2011 karena dukungan dari para petani terutama di daerah utara dan timur laut negara itu.
Namun skema tersebut menciptakan ketidakstabilan finansial yang mengakibatkan ratusan ribu petani tidak dibayar dan diperkirakan 19,2 juta ton beras masih belum terjual dan berada di gudang negara.
Sidang tersebut akan berlangsung selama 45 hari sebelum dilakukan pemungutan suara untuk memproses pendakwaan terhadap pemakzulan Yingluck.
Junta juga telah merobak pelayanan sipil dan membersihkan beberapa perwira senior di kepolisian, setelah terlihat sebagai lembaga yang setia pada Thaksin untuk mencoba untuk menetralisir sekutu-sekutunya.
Yingluck menghadapi tuntutan pidana terpisah yang diajukan terhadap dirinya oleh Komisi Anti Korupsi Nasional atas skema beras tersebut.
Jika terbukti bersalah Yingluck akan menghadapi hingga 10 tahun hukuman penjara. Namun jaksa penuntut umum mengatakan belum ada bukti yang cukup dan akan membentuk komite untuk menyelidiki lebih lanjut kasus itu.
Yingluck yang digulingkan dari jabatannya Mei lalu, setelah pengadilan menemukan dia bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan, beberapa hari sebelum militer mengambil alih pemerintahan menyusul demonstrasi jalanan berbulan-bulan yang bertujuan mengusir pemerintahan Yingluck.
Sehari setelah penurunan Yingluck, Komisi Nasional Anti-Korupsi Thailand menyatakan perempuan mantan perdana menteri itu bersalah atas penyalahgunaan skema beras.
Keputusan yang dikeluarkan oleh junta atau secara resmi dikenal sebagai Dewan Nasional untuk Ketentraman dan Ketertiban (NCPO), bergerak selangkah lebih dekat untuk membasmi pengaruh Yingluck dan kakaknya mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
Thailand telah mengalami serangkaian pergolakan politik sejak Thaksin disingkirkan dalam kudeta sebelumnya pada tahun 2006. Kerajaan Shinawatra juga terbagi berdasarkan pendukung dan musuh-musuhnya.
Pakar Asia Tenggara dari konsultan politik berbasis di New York, Eurasia Group, Ambika Ahuja, mengatakan bahwa pihak militer menggunakan ancaman permakzulan sebagai alat "tawar-menawar".
"Mengingat reaksi potensial dari pendukung akar rumput Thaksin, tentara akan melanjutkan prosesnya secara hati-hati," kata Ahuja.
Militer akan ingin menggunakan kemungkinan impeachment sebagai tawar-menawar daripada menyudahi permainan segera tambah Ahuja.
"Kami telah menetapkan Jumat, 9 Januari 2015, menjadi hari pembukaan sidang yang melibatkan terdakwa, Komisi Anti-Korupsi Nasional dan terdakwa Yingluck," kata Pornpetch Wichitcholachai, Presiden Majelis Legislatif Nasional.
Skema pembelian beras yang membayar petani hingga 50 persen di atas tarif pasar untuk hasil panen mereka, membantu membawa Yingluck berkuasa dalam pemilihan umum pada tahun 2011 karena dukungan dari para petani terutama di daerah utara dan timur laut negara itu.
Namun skema tersebut menciptakan ketidakstabilan finansial yang mengakibatkan ratusan ribu petani tidak dibayar dan diperkirakan 19,2 juta ton beras masih belum terjual dan berada di gudang negara.
Sidang tersebut akan berlangsung selama 45 hari sebelum dilakukan pemungutan suara untuk memproses pendakwaan terhadap pemakzulan Yingluck.
Junta juga telah merobak pelayanan sipil dan membersihkan beberapa perwira senior di kepolisian, setelah terlihat sebagai lembaga yang setia pada Thaksin untuk mencoba untuk menetralisir sekutu-sekutunya.
Yingluck menghadapi tuntutan pidana terpisah yang diajukan terhadap dirinya oleh Komisi Anti Korupsi Nasional atas skema beras tersebut.
Jika terbukti bersalah Yingluck akan menghadapi hingga 10 tahun hukuman penjara. Namun jaksa penuntut umum mengatakan belum ada bukti yang cukup dan akan membentuk komite untuk menyelidiki lebih lanjut kasus itu.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014
Tags: