Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2015 hanya berada pada kisaran 5,3 persen-5,6 persen atau lebih rendah dari perkiraan pemerintah 5,8 persen.

"Pertimbangan Indef karena ada faktor-faktor yang menjadi penekan, seperti ekspor yang masih belum bisa didorong bukan karena semata kondisi global, tapi struktur industri kita yang rentan," katanya dalam pemaparan Proyeksi Ekonomi Indonesia 2015 di Jakarta, Kamis.

Ahmad mengatakan pemerintah bisa saja optimistis angka 5,8 persen dapat tercapai, karena telah tersedia ruang fiskal untuk pembangunan ekonomi melalui pembenahan infrastruktur dan perlindungan sosial, namun dampaknya belum terasa pada tahun 2015.

"Masih ada time lag ekonomi, misalnya, infrastruktur dibangun Januari, baru selesai pada akhir tahun, dan awal tahun 2016 baru bisa dinikmati, jadi faktor penyumbat ekonomi belum bisa diperbaiki hingga tahun depan," ujarnya.

Menurut dia, yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki birokrasi agar dapat lebih efisien sehingga bisa membantu ekonomi Indonesia untuk tumbuh, tapi hal tersebut hanya mampu menambah kontribusi sebanyak 0,2 persen.

"Yang bisa diperbaiki efisiensi birokrasi, itu bisa menambah tapi tidak lebih dari 0,2 persen, makanya Indef memasang asumsi seperti itu. Belum lagi kenaikan suku bunga AS bisa menekan investasi. Nanti 2016, kita bisa lebih optimistis," ucapnya.

Indef memprediksi batas bawah 5,3 persen merupakan situasi business as usual, di mana situasi kinerja ekonomi nasional 2014 berlanjut pada 2015. Angka tersebut berarti pemerintahan baru belum keluar dari tekanan eksternal dan internal serta belum mampu menghadirkan perubahan berarti.

Sementara, batas atas 5,6 persen merupakan cerminan adanya perbaikan di awal pemerintahan baru, di mana seluruh kebijakan pemerintah direspons positif oleh seluruh pelaku ekonomi di Indonesia, terutama keberhasilan dalam menarik investasi.

Namun, komposisi pertumbuhan ekonomi 2015 diperkirakan belum mengalami perubahan yaitu dicirikan oleh dominasi kontribusi sektor konsumsi dari sisi penggunaan. Sedangkan, dari lapangan usaha, pertumbuhan sektor non-tradeable masih dominan dibandingkan sektor tradeable.

Dominasi sektor konsumsi bukan merupakan kondisi ideal, karena apabila tidak diimbangi dengan kapasitas produksi nasional akan membuat kebutuhan permintaan bergantung pada impor, padahal itu bertentangan dengan cita-cita pemerintahan baru yaitu kemandirian ekonomi.