Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 2006 gagal mencapai tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan biaya yang dibebankan kepada murid dalam penyelengaraan sekolah. "Terbukti masih banyak pungutan yang dibebankan kepada orang tua murid SDN di sepuluh daerah," kata peniliti ICW Febri Hendri dalam jumpa pers di Kantor ICW, Jalan Kalibata timur, Jakarta Selatan, Jumat. Sepuluh daerah yang dijadikan riset ICW antara Maret 2006 sampai awal November 2006 adalah Jakarta, Tangerang, Garut, Padang, Banjarmasin, Lombok Tengah, Sumba Barat, Makassar, Manado dan Buton. Hasil riset di 10 kota tersebut, ICW menemukan masih adanya pungutan rata-rata Rp98.050 untuk uang LKS dan paket sekolah dan Rp70.615 untuk uang pendaftaran masuk sekolah, padahal pungutan tersebut berdasarkan petunjuk pelaksanaan (juklak) BOS dilarang. "Penyebab maraknya pengutan itu, karena masih adanya penyimpangan dana BOS oleh birokrat pendidikan atau korupsi terutama di tingkat sekolah dan dana subsidi BOS tidak mencukupi biaya operasional sekolah," ujarnya. Kegagalan program bos itu terlihat dari hasil riset di 10 kota, siswa yang mendapatkan buku gratis sejak Juli 2006, hanya 10,69 persen atau 844 dari jumlah responden 8.228, sedangkan kebijakan BOS buku tahun 2006 dana yang disediakan Rp800 miliar untuk SD dan SMP di 33 provinsi. Karena itu, ICW mengajukan sejumlah rekomendasi di antaranya, mereformasi struktur birokrasi pendidikan tingkat Depdiknas hingga tingkat sekolah dan mengurangi kewenangan sekolah dengan memberi kesempatan orang tua murid berpartisipasi dalam pengelolaan keuangan sekolah. ICW menilai jika pada tahun 2007, program BOS tetap dilaksanakan maka pemerintah harus memiliki peta kebutuhan yang dibutuhkan siswa dan menambah alokasi dana BOS agar memenuhi kebutuhan riil sekolah.(*)