Masyarakat tunggu hasil nyata pengalihan subsidi BBM
26 November 2014 20:09 WIB
ilustrasi Penyaluran Kompensasi BBM Seorang warga menunjukkan uang serta kartu Perlindungan Sosial saat mengambil dana kompensasi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di kantor Pos Pusat Mataram, NTB, Kamis (20/11). (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) ()
Bandung (ANTARA News) - Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi mengatakan masyarakat menunggu hasil nyata dari janji pemerintah soal rencana pengalihan subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur dan sektor produktif.
"Dalam waktu tiga sampai enam bulan kedepan diharapkan sudah ada perubahan signifikan sebagai dampak dari realokasi subsidi BBM," katanya di Bandung, Jabar, Rabu.
Dia menyampaikan hal tersebut, usai acara Seminar dengan tema Pencabutan Subsidi BBM dan Kesejahteraan Rakyat, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjadjaran.
Dia juga mengatakan, selama ini, negara membutuhkan anggaran cukup besar untuk membangun infrastruktur, terutama pertanian dan kelautan.
Namun, anggaran ini tidak tersedia karena beban yang cukup besar diberikan untuk subsidi harga BBM.
Langkah mengurangi subsidi harga BBM akan menambah ruang fiskal Rp110 triliun hingga Rp150 triliun untuk pemerintah tahun 2015.
"Dana itu dapat digunakan untuk program-program yang lebih produktif bagi kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur maritim dan pertanian serta program perlindungan sosial warga kurang mampu," tuturnya.
Karena itu, dia meminta mahasiswa untuk terus konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah.
Khusus kebijakan pengalihan subsisidi BBM, dirinya meminta agar kelompok mahasiswa berperan serta aktif mengawasi realokasi subsidi BBM seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden Jokowi.
Apabila hingga enam bulan kedepan tidak ada perubahan yang signifikan sebagai dampak dari realokasi subsidi BBM tersebut, dirinya menyerukan mahasiswa untuk mengingatkan pemerintah agar menepati janji.
Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema menyatakan, sebuah kebijakan pemerintah adalah sebuah proses kreatif untuk menciptakan pilihan-pilihan terbaik demi kepentingan rakyat.
Sedangkan Prima Mulyasari Agustini, Direktur Eksekutif CESRI (Center for Energy and Strategic Resources Indonesia) menyatakan, kendati bisa memahami kenaikan BBM sebesar Rp2.000 per liter untuk jenis Premium dan Solar, namun dia meminta Presiden Joko Widodo juga berani memangkas pengeluaran rutin pemerintah yang dinilainya masih boros dan tidak efesien.
"Dalam waktu tiga sampai enam bulan kedepan diharapkan sudah ada perubahan signifikan sebagai dampak dari realokasi subsidi BBM," katanya di Bandung, Jabar, Rabu.
Dia menyampaikan hal tersebut, usai acara Seminar dengan tema Pencabutan Subsidi BBM dan Kesejahteraan Rakyat, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjadjaran.
Dia juga mengatakan, selama ini, negara membutuhkan anggaran cukup besar untuk membangun infrastruktur, terutama pertanian dan kelautan.
Namun, anggaran ini tidak tersedia karena beban yang cukup besar diberikan untuk subsidi harga BBM.
Langkah mengurangi subsidi harga BBM akan menambah ruang fiskal Rp110 triliun hingga Rp150 triliun untuk pemerintah tahun 2015.
"Dana itu dapat digunakan untuk program-program yang lebih produktif bagi kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur maritim dan pertanian serta program perlindungan sosial warga kurang mampu," tuturnya.
Karena itu, dia meminta mahasiswa untuk terus konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah.
Khusus kebijakan pengalihan subsisidi BBM, dirinya meminta agar kelompok mahasiswa berperan serta aktif mengawasi realokasi subsidi BBM seperti yang telah dijanjikan oleh Presiden Jokowi.
Apabila hingga enam bulan kedepan tidak ada perubahan yang signifikan sebagai dampak dari realokasi subsidi BBM tersebut, dirinya menyerukan mahasiswa untuk mengingatkan pemerintah agar menepati janji.
Sementara itu, Pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor, Iman Sugema menyatakan, sebuah kebijakan pemerintah adalah sebuah proses kreatif untuk menciptakan pilihan-pilihan terbaik demi kepentingan rakyat.
Sedangkan Prima Mulyasari Agustini, Direktur Eksekutif CESRI (Center for Energy and Strategic Resources Indonesia) menyatakan, kendati bisa memahami kenaikan BBM sebesar Rp2.000 per liter untuk jenis Premium dan Solar, namun dia meminta Presiden Joko Widodo juga berani memangkas pengeluaran rutin pemerintah yang dinilainya masih boros dan tidak efesien.
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: