Tenggat kesepakatan nuklir Iran diperpanjang hingga 1 Juli
25 November 2014 02:52 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry, Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif, dan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier (kiri-kanan) berfoto bersama sebelum mengikuti pertemuan di Wina, Austria, Senin (24/11). (REUTERS/Leonhard Foeger)
Wina (ANTARA News) - Iran dan negara-negara kuat dunia gagal membuat persetujuan nuklir bersejarah pada saat jatuhnya tenggat waktu, Senin, alih-alih mereka menetapkan waktu tujuh bulan lagi untuk mencapai kesepakatan.
Iran dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa --ditambah Jerman-- akan berupaya untuk menghasilkan kesepakatan secara garis pada 1 Maret dan membukukan kesepakatan teknis secara penuh pada 1 Juli, kata para pejabat.
"Kami telah menyimpulkan bahwa tidak mungkin menghasilkan persetujuan berdasarkan tenggat waktu, yang ditentukan hari ini (Senin), dan karena itu kami akan memperpanjangnya... ke tanggal 30 Juni tahun 2015," kata Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond di Wina.
"Akan ada pertemuan-pertemuan lebih lanjut pada Desember. Target kami adalah membuat persetujuan utama, kesepakatan dalam hal substansi, dalam waktu sekira tiga bulan mendatang" serta semua aspek teknis pada 1 Juli, katanya kepada para wartawan.
Dalam upaya menyelesaikan permusuhan 12 tahun menyangkut program nuklir Iran, negara-negara kuat dunia yang disebut dengan P5+1, itu telah selama berbulan-bulan berupaya membuat kesepakatan sementara dengan Iran menuju perjanjian abadi.
Perjanjian tersebut ditujukan untuk menghapuskan ketakutan bahwa Teheran akan mengembangkan senjata nuklir dengan menyamarkannya sebagai kegiatan sipil. Ambisi soal senjata nuklir itu telah dibantah oleh Iran.
Jika tercapai, perjanjian tersebut akan memungkinan dicabutnya sanksi-sanksi memberatkan terhadap Irak, memupus pembicaraan soal perang serta menggambarkan keberhasilan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan mitranya dari Iran, Presiden Hassan Rouhani.
Kesepakatan akan memungkinkan dimulainya proses, yang di dalamnya "hubungan antara Iran dan dunia, dan kawasan, mulai berubah," kata Obama dalam wawancaranya dengan televisi ABC News, Minggu.
Namun, upaya diplomatik di Wina dalam beberapa hari terakhir ini, yang melibatkan Menteri Luar Negeri AS John Kerry serta menteri-menteri luar negeri lainnya, gagal menjembatani perbedaan-perbedaan utama yang masih ada.
Upaya diplomatik yang telah dijalankan adalah termasuk dilakukannya tujuh pertemuan sejak Selasa pekan lalu antara Kerry dan mitranya dari Iran, Menlu Mohammad Javad Zarif, serta sejumlah pertemuan lainnya di ibu kota Austria itu.
"Walaupun kondisinya bagus, walaupun suasana perundingan sangat konstruktif, kami tidak mendapatkan apa yang kami inginkan," kata Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier.
Para diplomat mengatakan, kendati ada kemajuan, posisi kedua belah pihak masih terpisah jauh soal dua butir sangat penting, yaitu pengayaan uranium dan pemberian keringanan sanksi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu memperingatkan kekuatan-kekuatan dunia untuk tidak membuat "kesalahan bersejarah" dalam perundingan tersebut.
(Uu.T008)
Iran dan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa --ditambah Jerman-- akan berupaya untuk menghasilkan kesepakatan secara garis pada 1 Maret dan membukukan kesepakatan teknis secara penuh pada 1 Juli, kata para pejabat.
"Kami telah menyimpulkan bahwa tidak mungkin menghasilkan persetujuan berdasarkan tenggat waktu, yang ditentukan hari ini (Senin), dan karena itu kami akan memperpanjangnya... ke tanggal 30 Juni tahun 2015," kata Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond di Wina.
"Akan ada pertemuan-pertemuan lebih lanjut pada Desember. Target kami adalah membuat persetujuan utama, kesepakatan dalam hal substansi, dalam waktu sekira tiga bulan mendatang" serta semua aspek teknis pada 1 Juli, katanya kepada para wartawan.
Dalam upaya menyelesaikan permusuhan 12 tahun menyangkut program nuklir Iran, negara-negara kuat dunia yang disebut dengan P5+1, itu telah selama berbulan-bulan berupaya membuat kesepakatan sementara dengan Iran menuju perjanjian abadi.
Perjanjian tersebut ditujukan untuk menghapuskan ketakutan bahwa Teheran akan mengembangkan senjata nuklir dengan menyamarkannya sebagai kegiatan sipil. Ambisi soal senjata nuklir itu telah dibantah oleh Iran.
Jika tercapai, perjanjian tersebut akan memungkinan dicabutnya sanksi-sanksi memberatkan terhadap Irak, memupus pembicaraan soal perang serta menggambarkan keberhasilan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan mitranya dari Iran, Presiden Hassan Rouhani.
Kesepakatan akan memungkinkan dimulainya proses, yang di dalamnya "hubungan antara Iran dan dunia, dan kawasan, mulai berubah," kata Obama dalam wawancaranya dengan televisi ABC News, Minggu.
Namun, upaya diplomatik di Wina dalam beberapa hari terakhir ini, yang melibatkan Menteri Luar Negeri AS John Kerry serta menteri-menteri luar negeri lainnya, gagal menjembatani perbedaan-perbedaan utama yang masih ada.
Upaya diplomatik yang telah dijalankan adalah termasuk dilakukannya tujuh pertemuan sejak Selasa pekan lalu antara Kerry dan mitranya dari Iran, Menlu Mohammad Javad Zarif, serta sejumlah pertemuan lainnya di ibu kota Austria itu.
"Walaupun kondisinya bagus, walaupun suasana perundingan sangat konstruktif, kami tidak mendapatkan apa yang kami inginkan," kata Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier.
Para diplomat mengatakan, kendati ada kemajuan, posisi kedua belah pihak masih terpisah jauh soal dua butir sangat penting, yaitu pengayaan uranium dan pemberian keringanan sanksi.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu memperingatkan kekuatan-kekuatan dunia untuk tidak membuat "kesalahan bersejarah" dalam perundingan tersebut.
(Uu.T008)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014
Tags: