Legislator Malang: jalan bawah tanah tidak layak
23 November 2014 18:44 WIB
ilustrasi Pengerjaan Proyek Tol Cipal Sejumlah pekerja menggunakan alat berat mengerjakan proyek pembangunan jalan tol Cikampek-Palimanan (Cipal) di Cikamurang, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (20/6). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Malang (ANTARA News) - Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Subur Triono, mengemukakan pembangunan jalan bawah tanah di daerah itu tidak layak dan jika dipaksakan akan memicu masalah baru.
"Berdasarkan hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh tim dari Bappeda Kota Malang, di sepanjang Jalan A Yani hingga Jalan Letjen S Parman tidak layak untuk pembangunan jalan bawah tanah karena adanya drainase dan kalau tetap dipaksakan akan menimbulkan banjir di sejumlah kawasan di sekitar jalan tersebut," kata Subur Triono di Malang, Minggu.
Politisi PAN itu menegaskan, bukan hanya sepanjang Jalan A Yani sampai Jalan S Parman yang tidak layak dibangun jalan bawah tanah, hampir seluruh kawasan di Kota Malang tidak ada yang layak dibangun jalan bawah tanah tersebut.
Menurut Subur, Malang tidak membutuhkan pembangunan jalan bawah tanah untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di kota itu, tetapi harus berkoordinasi dengan Pemkab Malang dan Pemkot Batu. Sehingga, ada sinergi pembangunan jalan alternatif yang mampu mengurangi kemacetan, tidak hanya di wilayah Kota Malang, tapi juga di Kabupaten malang dan Kota Batu.
Ia menilai kemacetan di Kota Malang merupakan imbas dari kendaraan yang akan menuju Kabupaten Malang maupun Batu. Selain itu, juga disebabkan "timer traffic light" (TL) harus diatur ulang karena banyak timer TL yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Sebelumnya Kepala Bappeda Kota Malang Budi Herawanto menjelaskan hasil studi kelayakan sementara ini masih ada kendala dalam proses pembangunan jalan bawah tanah, yakni adanya drainase yang ada di kawasan Jalan A Yani hingga Jalan Letjen S Parman. Drainase yang ada di kawasan itu memiliki kedalaman hanya 5 meter, sedangkan rencana kedalaman jalan bawah tanah 6 meter.
Pembangunan jalan bawah tanah idealnya berada di atas saluran air dan untuk menambah kedalaman drainase tidak mungkin dilakukan. "Sekarang ini kami masih mencari solusi yang tepat dan akan melakukan koordinasi dengan Pemprov Jatim karena jalan yang akan dibangun jalan bawah tanah itu adalah jalan provinsi.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang Wahyu Setianto mengakui sepanjang Jalan A Yani sampai Jalan S Parman tidak selalu diwarnai kemacetan, biasanya hanya terjadi pada pagi, sore, atau akhir pekan. "Kalau nanti dibangun jalan bawah tanah, saya yakin bisa mengurangi kemacetan," ujarnya.
Jika jalan bawah tanah tidak bisa dibangun di sepanjang Jalan A Yani hingga Jalan S Parman, lanjutnya, jalan bawah tanah bisa dialihkan ke kawasan lain, seperti di Jalan Panjaitan atau Jalan MT Haryono yang dinilai rawan kemacetan, yakni pada pagi, sore, atau akhir pekan.
"Berdasarkan hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh tim dari Bappeda Kota Malang, di sepanjang Jalan A Yani hingga Jalan Letjen S Parman tidak layak untuk pembangunan jalan bawah tanah karena adanya drainase dan kalau tetap dipaksakan akan menimbulkan banjir di sejumlah kawasan di sekitar jalan tersebut," kata Subur Triono di Malang, Minggu.
Politisi PAN itu menegaskan, bukan hanya sepanjang Jalan A Yani sampai Jalan S Parman yang tidak layak dibangun jalan bawah tanah, hampir seluruh kawasan di Kota Malang tidak ada yang layak dibangun jalan bawah tanah tersebut.
Menurut Subur, Malang tidak membutuhkan pembangunan jalan bawah tanah untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di kota itu, tetapi harus berkoordinasi dengan Pemkab Malang dan Pemkot Batu. Sehingga, ada sinergi pembangunan jalan alternatif yang mampu mengurangi kemacetan, tidak hanya di wilayah Kota Malang, tapi juga di Kabupaten malang dan Kota Batu.
Ia menilai kemacetan di Kota Malang merupakan imbas dari kendaraan yang akan menuju Kabupaten Malang maupun Batu. Selain itu, juga disebabkan "timer traffic light" (TL) harus diatur ulang karena banyak timer TL yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Sebelumnya Kepala Bappeda Kota Malang Budi Herawanto menjelaskan hasil studi kelayakan sementara ini masih ada kendala dalam proses pembangunan jalan bawah tanah, yakni adanya drainase yang ada di kawasan Jalan A Yani hingga Jalan Letjen S Parman. Drainase yang ada di kawasan itu memiliki kedalaman hanya 5 meter, sedangkan rencana kedalaman jalan bawah tanah 6 meter.
Pembangunan jalan bawah tanah idealnya berada di atas saluran air dan untuk menambah kedalaman drainase tidak mungkin dilakukan. "Sekarang ini kami masih mencari solusi yang tepat dan akan melakukan koordinasi dengan Pemprov Jatim karena jalan yang akan dibangun jalan bawah tanah itu adalah jalan provinsi.
Sementara itu Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang Wahyu Setianto mengakui sepanjang Jalan A Yani sampai Jalan S Parman tidak selalu diwarnai kemacetan, biasanya hanya terjadi pada pagi, sore, atau akhir pekan. "Kalau nanti dibangun jalan bawah tanah, saya yakin bisa mengurangi kemacetan," ujarnya.
Jika jalan bawah tanah tidak bisa dibangun di sepanjang Jalan A Yani hingga Jalan S Parman, lanjutnya, jalan bawah tanah bisa dialihkan ke kawasan lain, seperti di Jalan Panjaitan atau Jalan MT Haryono yang dinilai rawan kemacetan, yakni pada pagi, sore, atau akhir pekan.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: