Pelukis Indonesia raih penghargaan lukis UOB
21 November 2014 21:04 WIB
Antonius Subiyanto (dua kanan) memegang trofi, diapit Deputy Chairman and Chief Executive Officer UOB Group, Wee Ee Cheong, Menteri Pendidikan Singapura, Heng Swee Keat, dan Chairman UOB Group, Hsieh Fu Hua. (UOB Bank)
Jakarta (ANTARA News) - Lukisan bertajuk Old Stock Fresh Menu mengantar pelukisnya, Antonius Subiyanto, meraih Penghargaan Lukisan UOB Asia Tenggara 2014 (2014 UOB Southeast Asian Painting of the Year).
Subiyanto dari Indonesia merupakan satu dari empat pemenang kompetisi itu yang diselenggarakan di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Hasil karyanya menceritakan kisah tentang kerusakan yang diakibatkan gaya hidup hedonis. Gaya hidup ini dilukiskan melalui gambar produk konsumerisme yang digoreng dalam suatu kuali besar.
Tim panel penilai regional sangat terkesan dengan tehnik penataan gambar dan kemampuannya dalam menyampaikan pesan yang suram dengan cara cerdas dan jenaka.
Wee Ee Cheong, Deputy Chairman dan Chief Executive Officer, UOB Group, menurut pernyataan UOB, di Jakarta, Jumat, mengungkapkan, “Kompetisi UOB Painting of the Year pertama kali diadakan di Singapura pada 1982. Pada saat itu kami ingin menggali dan memperkenalkan bakat-bakat seni yang terpendam di Singapura serta memberikan kesempatan kepada para seniman untuk mengekspresikan ide kreatifitas mereka.”
Seni, kata dia, merupakan suatu medium yang dapat mempersatukan berbagai komunitas dari kultur yang berbeda, sejalan dengan hal tersebut kami meluaskan lingkup kegiatan ini menjadi suatu kegiatan regional semenjak lima tahun yang lalu.
“Saat ini, kami bangga UOB Painting of The Year telah memberikan kontribusi terutama dalam meningkatkan kesadaran terhadap dunia seni dan memberikan pemahaman yang lebih terhadap keunikan ragam budaya di Asia Tenggara,” kata dia.
Subiyanto, secara terpisah, menyatakan, “Inspirasi saya didasari pengalaman hidup saya di suatu desa di Yogyakarta. Karya seni saya mengusungkan tema mengenai budaya toleransi dan empati. Saya melihat sehari-hari kehidupan di Yogyakarta, dimana terdapat gaya hidup konsumerisme yang sangat berlebihan.”
“Saya menggunakan arang dan pensil untuk menggambar pondasi dasar lukisan sebelum nantinya saya timpa dengan cat minyak dan disepuh dengan tinta emas untuk menegaskan garis lukisan. Saya menggunakan warna emas sebagai refleksi konsumerisme. Hal ini sangat bertolak belakang dari kehidupan saya di desa,” katanya.
Tim penilai regional terdiri dari perwakilan dari masing-masing negara yang ikut serta, yaitu Edwin Rahardjo (pendiri Edwin Gallery dari Indonesia), artis kontemporer Malaysia, Ivan Lam, Dr Bridget Tracy Tan (Direktur Institute of Southeast Asian Arts and Art Galleries, Nanyang Academy of Fine Arts Singapura), dan Professor Vichoke Mukdamanee (Fakultas Seni Rupa, Universitas Silpakorn, Thailand).
Subiyanto dari Indonesia merupakan satu dari empat pemenang kompetisi itu yang diselenggarakan di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Hasil karyanya menceritakan kisah tentang kerusakan yang diakibatkan gaya hidup hedonis. Gaya hidup ini dilukiskan melalui gambar produk konsumerisme yang digoreng dalam suatu kuali besar.
Tim panel penilai regional sangat terkesan dengan tehnik penataan gambar dan kemampuannya dalam menyampaikan pesan yang suram dengan cara cerdas dan jenaka.
Wee Ee Cheong, Deputy Chairman dan Chief Executive Officer, UOB Group, menurut pernyataan UOB, di Jakarta, Jumat, mengungkapkan, “Kompetisi UOB Painting of the Year pertama kali diadakan di Singapura pada 1982. Pada saat itu kami ingin menggali dan memperkenalkan bakat-bakat seni yang terpendam di Singapura serta memberikan kesempatan kepada para seniman untuk mengekspresikan ide kreatifitas mereka.”
Seni, kata dia, merupakan suatu medium yang dapat mempersatukan berbagai komunitas dari kultur yang berbeda, sejalan dengan hal tersebut kami meluaskan lingkup kegiatan ini menjadi suatu kegiatan regional semenjak lima tahun yang lalu.
“Saat ini, kami bangga UOB Painting of The Year telah memberikan kontribusi terutama dalam meningkatkan kesadaran terhadap dunia seni dan memberikan pemahaman yang lebih terhadap keunikan ragam budaya di Asia Tenggara,” kata dia.
Subiyanto, secara terpisah, menyatakan, “Inspirasi saya didasari pengalaman hidup saya di suatu desa di Yogyakarta. Karya seni saya mengusungkan tema mengenai budaya toleransi dan empati. Saya melihat sehari-hari kehidupan di Yogyakarta, dimana terdapat gaya hidup konsumerisme yang sangat berlebihan.”
“Saya menggunakan arang dan pensil untuk menggambar pondasi dasar lukisan sebelum nantinya saya timpa dengan cat minyak dan disepuh dengan tinta emas untuk menegaskan garis lukisan. Saya menggunakan warna emas sebagai refleksi konsumerisme. Hal ini sangat bertolak belakang dari kehidupan saya di desa,” katanya.
Tim penilai regional terdiri dari perwakilan dari masing-masing negara yang ikut serta, yaitu Edwin Rahardjo (pendiri Edwin Gallery dari Indonesia), artis kontemporer Malaysia, Ivan Lam, Dr Bridget Tracy Tan (Direktur Institute of Southeast Asian Arts and Art Galleries, Nanyang Academy of Fine Arts Singapura), dan Professor Vichoke Mukdamanee (Fakultas Seni Rupa, Universitas Silpakorn, Thailand).
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: