Harga BBM naik, pendapatan pedagang sayur turun
19 November 2014 15:23 WIB
Pedagang sayuran menata dagangan di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/7). Harga sayur mayur di beberapa pasar di Jakarta naik sejak beberapa pekan lalu.(ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pedagang sayur mengeluh pendapatan mereka berkurang setelah harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi naik.
"Pembeli berkurang jauh, mereka takut harga sudah tinggi-tinggi, jadinya belanja dikurangin. Tambah sepi," kata Ente, pria pedagang sayur Pasar Jaya Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu.
Ente mengungkapkan pemasukannya berkurang sampai Rp1 juta dalam satu hari.
Pria yang sudah berjualan selama 20 tahun itu juga memilih mengurangi belanjaan setelah harga BBM bersubsidi naik.
"Kenaikan sekarang paling terasa karena langsung melonjak, tidak bertahap. Bisa jadi nanti harganya naik lagi, kalau turun tidak mungkin, mungkin prosesnya lama," jelasnya.
Sementara Andi, pedagang dari Pasar Darurat Pecenongan, mengaku harus menyiasati kenaikan harga sayuran dengan mengurangi modal belanja.
Pria berusia 47 tahun itu biasanya belanja hingga Rp3,5 juta di Pasar Senen namun kini ia hanya belanja dengan modal Rp2,5 juta.
Ia mengatakan, pelanggan pun mengurangi belanjaan karena harga hampir semua sayuran melonjak.
"Kenaikan harga terasa banget karena naiknya terlalu besar. Tapi kenaikan harga sayur sudah lama, jadi setelah pengumuman kenaikan harga BBM sudah tidak pengaruh karena naiknya sudah lebih dulu," tutur pedagang asal Bogor itu.
Di Pasar Gondangdia dan Pasar Darurat Pecenongan hampir semua harga sayur mayur naik sejak tiga minggu lalu, jauh sebelum pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi.
Harga cabai naik menjadi Rp60.000 hingga Rp 65.000 per kilogram, harga kacang panjang yang biasanya Rp8.000 naik jadi Rp15.000, dan harga timun yang biasanya Rp5.000 naik jadi Rp8.000 sampai Rp10.000.
Pedagang tempe di Pasar Jaya Gondangdia, Roni, mengatakan harga-harga naik bukan semata karena harga BBM bersubsidi naik, tapi juga karena produksi yang turun selama musim kemarau.
"Kebetulan naiknya harga sayur hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM. Misal harga cabai, pemicunya bukan karena BBM tetapi kan kemarin itu kemarau panjang jadi hasilnya berkurang. Makanya sebelum pengumuman kenaikan harga BBM, harga cabai sudah naik. Tapi ya itu, yang disalahkan BBM," jelas Roni.
Roni mengatakan kenaikan harga BBM pasti berpengaruh pada harga bahan pokok dan sayuran akan tetapi ia menilai bahwa ada pihak yang memanfaatkan momen kenaikan harga BBM bersubsidi untuk menaikkan harga barang jualannya.
"Harga BBM pasti pengaruh karena yang buat naik kan karena ongkos transportasi tapi kadang dimanfaatkan sama orang-orang tertentu. Memang paling enak menaikkan harga saat momen-momen seperti ini," ujarnya.
"Harapannya pengalihan subsidi nanti memang nyata, kalau mau dikucurkan dana ke daerah kan malah bagus untuk menghindari urban. Kalau daerah nanti maju jadi orang-orang tidak perlu ke kota," tambahnya.
"Pembeli berkurang jauh, mereka takut harga sudah tinggi-tinggi, jadinya belanja dikurangin. Tambah sepi," kata Ente, pria pedagang sayur Pasar Jaya Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu.
Ente mengungkapkan pemasukannya berkurang sampai Rp1 juta dalam satu hari.
Pria yang sudah berjualan selama 20 tahun itu juga memilih mengurangi belanjaan setelah harga BBM bersubsidi naik.
"Kenaikan sekarang paling terasa karena langsung melonjak, tidak bertahap. Bisa jadi nanti harganya naik lagi, kalau turun tidak mungkin, mungkin prosesnya lama," jelasnya.
Sementara Andi, pedagang dari Pasar Darurat Pecenongan, mengaku harus menyiasati kenaikan harga sayuran dengan mengurangi modal belanja.
Pria berusia 47 tahun itu biasanya belanja hingga Rp3,5 juta di Pasar Senen namun kini ia hanya belanja dengan modal Rp2,5 juta.
Ia mengatakan, pelanggan pun mengurangi belanjaan karena harga hampir semua sayuran melonjak.
"Kenaikan harga terasa banget karena naiknya terlalu besar. Tapi kenaikan harga sayur sudah lama, jadi setelah pengumuman kenaikan harga BBM sudah tidak pengaruh karena naiknya sudah lebih dulu," tutur pedagang asal Bogor itu.
Di Pasar Gondangdia dan Pasar Darurat Pecenongan hampir semua harga sayur mayur naik sejak tiga minggu lalu, jauh sebelum pengumuman kenaikan harga BBM bersubsidi.
Harga cabai naik menjadi Rp60.000 hingga Rp 65.000 per kilogram, harga kacang panjang yang biasanya Rp8.000 naik jadi Rp15.000, dan harga timun yang biasanya Rp5.000 naik jadi Rp8.000 sampai Rp10.000.
Pedagang tempe di Pasar Jaya Gondangdia, Roni, mengatakan harga-harga naik bukan semata karena harga BBM bersubsidi naik, tapi juga karena produksi yang turun selama musim kemarau.
"Kebetulan naiknya harga sayur hampir bersamaan dengan kenaikan harga BBM. Misal harga cabai, pemicunya bukan karena BBM tetapi kan kemarin itu kemarau panjang jadi hasilnya berkurang. Makanya sebelum pengumuman kenaikan harga BBM, harga cabai sudah naik. Tapi ya itu, yang disalahkan BBM," jelas Roni.
Roni mengatakan kenaikan harga BBM pasti berpengaruh pada harga bahan pokok dan sayuran akan tetapi ia menilai bahwa ada pihak yang memanfaatkan momen kenaikan harga BBM bersubsidi untuk menaikkan harga barang jualannya.
"Harga BBM pasti pengaruh karena yang buat naik kan karena ongkos transportasi tapi kadang dimanfaatkan sama orang-orang tertentu. Memang paling enak menaikkan harga saat momen-momen seperti ini," ujarnya.
"Harapannya pengalihan subsidi nanti memang nyata, kalau mau dikucurkan dana ke daerah kan malah bagus untuk menghindari urban. Kalau daerah nanti maju jadi orang-orang tidak perlu ke kota," tambahnya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: