BI rate diperkirakan tetap walaupun harga BBM subsidi naik
18 November 2014 16:33 WIB
Dokumentasi Mahasiswa Peduli Rakyat Miskin berdemonstrasi di depan SPBU kawasan Jalan Laksamana Madya Adisucipto, Depok, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (11/5). Dalam aksi yang sempat disertai pemblokiran jalan jalur Yogyakarta-Solo tersebut mereka menolak subsidi BBM untuk orang kaya yang seharusnya hanya diberikan untuk masyarakat miskin. (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono, menilai tingkat suku bunga acuan atau BI rate akan tetap, kendati pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi yang diperkirakan mengerek laju inflasi.
"Kalau tidak terlalu banyak pengaruhnya (dari kenaikan harga BBM), BI akan lebih menjaga, tidak merubah (BI rate)," ujar dia, di sela Risk and Governance Summit 2014, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Bank Indonesia akan mencermati dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dengan lebih hati-hati, dan tidak serta merta meresponnya dengan menyesuaikan kebijakan suku bunga acuan.
Ekspektasi inflasi memang menjadi salah satu komponen dalam penentuan BI rate. Secara logika, lanjut dia, jika BI menyimpulkan kenaikan harga BBM bersubsidi akan memicu inflasi, berapa persen pun kontribusi inflasinya kemungkinan akan ada peningkatan BI rate.
Namun, tentu BI tidak mau membuat pasar panik dengan merespon kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan menaikkan suku bunga.
"Mereka kan juga ada tanggung jawab lain untuk menenangkan pasar. Tapi yang jelas BI rate tidak mungkin turun-lah, minimal tetap," ujar dia.
Sebelumnya pada Senin (17/11) malam, pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk jenis premium dari Rp6.500 perliter menjadi Rp8.500 perliter, sedangkan jenis solar naik dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 perliter.
Pemerintah memperkirakan, kenaikan tersebut akan memberikan kontribusi terhadap inflasi sekitar dua persen, sehingga secara keseluruhan inflasi sepanjang 2014 diperkirakan 7,3 persen.
"Kalau tidak terlalu banyak pengaruhnya (dari kenaikan harga BBM), BI akan lebih menjaga, tidak merubah (BI rate)," ujar dia, di sela Risk and Governance Summit 2014, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, Bank Indonesia akan mencermati dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dengan lebih hati-hati, dan tidak serta merta meresponnya dengan menyesuaikan kebijakan suku bunga acuan.
Ekspektasi inflasi memang menjadi salah satu komponen dalam penentuan BI rate. Secara logika, lanjut dia, jika BI menyimpulkan kenaikan harga BBM bersubsidi akan memicu inflasi, berapa persen pun kontribusi inflasinya kemungkinan akan ada peningkatan BI rate.
Namun, tentu BI tidak mau membuat pasar panik dengan merespon kenaikan harga BBM bersubsidi, dengan menaikkan suku bunga.
"Mereka kan juga ada tanggung jawab lain untuk menenangkan pasar. Tapi yang jelas BI rate tidak mungkin turun-lah, minimal tetap," ujar dia.
Sebelumnya pada Senin (17/11) malam, pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi untuk jenis premium dari Rp6.500 perliter menjadi Rp8.500 perliter, sedangkan jenis solar naik dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 perliter.
Pemerintah memperkirakan, kenaikan tersebut akan memberikan kontribusi terhadap inflasi sekitar dua persen, sehingga secara keseluruhan inflasi sepanjang 2014 diperkirakan 7,3 persen.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014
Tags: