Bandung (ANTARA News) - Para pria yang tergabung dalam komunitas "The Man Who Knit" di Bandung merajut benang menjadi aneka kriya seperti syal, kupluk, dan boneka.

Anggota komunitas yang terbentuk tahun 2008 itu memberikan sebagian hasil kerajinan karya mereka untuk hadiah, dan menjual sebagian karya mereka di Tobucil.

Salah satu anggota komunitas tersebut, Rudy Rinaldi, mengatakan semula dia belajar merajut di Tobucil karena ingin latihan fokus.

"Aku belajar merajut tahun 2008, awalnya iseng hanya buat terapi fokus, soalnya dalam merajut harus konsentrasi," kata Rudi.

Rudi dan anggota komunitas "The Man Who Knit" dulu rutin merajut bersama sepekan sekali, tapi karena sekarang anggota mereka pindah ke luar kota sehingga hanya tersisa lima orang, mereka hanya merajut bersama tiga bulan sekali.

Anggota komunitas juga melakukan kegiatan merajut bersama-sama dan memberikan pelajaran merajut kepada ibu-ibu.

"Saat kita ngajar ibu-ibu banyak yang kaget, kok yang ngajar cowok dan banyak juga yang nanyain kenapa mau merajut," kata Rudi.

Rudi menuturkan anggota komunitas merajutnya sempat memanjangkan janggut untuk menunjukkan sisi maskulin.

"Biar orang heran aja tampangnya janggutan tapi kok merajut," katanya lalu tertawa.

Ia menjelaskan pula bahwa dahulu merajut adalah pekerjaan pria. Nelayan-nelayan Timur Tengah merajut untuk membuat jala.

"Bahkan saat Perang Dunia I, prajurit Inggris juga merajut untuk membuat kaus kakinya," kata Rudi.