Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI Helmy Faishal Zaini menegaskan, fraksi yang dipimpinnya menerima hasil kesepakatan dan tidak mempersoalkan pembagian kursi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD).

"Fraksi PKB lebih mengutamakan musyawarah-mufakat agar tercapai solusi bersama yang saling menguntungkan," kata Helmy Faisal kepada pers di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Dari hasil lobi antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih (KIH dan KMP) disepakati KIH mendapat 21 kursi pimpinan komisi dan AKD.

Menurut Helmy Faisal, soal 21 kursi pimpinan komisi dan AKD yang diperoleh dari kesepakatan antara KIH dan KMP, Fraksi PKB DPR RI menyerahkan pembagiannya KIH, apakah akan dibagi secara proporsional atau akan dibagi rata.

"Kami berharap dengan kesepakatan tersebut persoalan di DPR RI bisa segera selesai," katanya.

Solusi bersama yang saling menguntungkan atau "win-win solution", menurut Helmy, kembali kepada semangat UUD NRI 1945, yakni semangat

NKRI dan cita-cita pendiri bangsa ini sehingga segera terjadi kristalisasi kesepakatan yang bisa diterima semua pihak.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, menurut dia, maka DPR RI dapat segera bekerja menjalankan tiga fungsi utamanya dan pemerintahan juga dapat bekerja dengan normal.

"Kami juga memohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena belum bisa menjadi wakil rakyat yang diharapkan, menyusul persoalan yang terjadi di DPR RI," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Helmy menjelaskan, Fraksi PKB DPR RI berharap DPR RI yang sudah membuat kesepakatan dapat merevisi pasal 98 UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

Pada pasal 98 tersebut, ada tiga ayat yang penting untuk direvisi yakni, ayat (6), (7), dan (8), karena mengamanahkan sistem parlementer, padahal sistem politik di Indonesia menganut sistem presidensial.

"Ketiga pasal tersebut memberikan kekuasaan terlalu besar kepada DPR RI," katanya.

Menurut Helmy, penguatan sistem presidensial itu merupakan bagian dari sejarah pembangunan bangsa Indonesia.

Dalam sistem presidensial, kata dia, tidak ada hak interpelasi yang diajukan oleh komisi dan AKD di DPR RI.