Tidak ditemukan penggunaan formalin di Pasar Ikan Rejomulyo Semarang
13 November 2014 01:36 WIB
Ilustrasi. Dirjen PSDKP Kementerian Kalautan dan Perikanan (KKP) Syahrin Abdurarrahman (kiri) bersama Dirjen Perikanan Tangkap KKP Dedy Sutisna (kedua kiri) menunjukkan ikan yang diawetkan menggunakan formalin di Gudang Muara Baru, Jakarta, Selasa (6/12). Dalam sidak di PT PAS tersebut ditemukan 191,2 ton berbagai jenis ikan asal China yang mengandung formalin. (FOTO ANTARA/ Ujang Zaelani)
Semarang (ANTARA News) - Direktur Pengolahan Hasil Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Abdul Rokhman memimpin langsung pengawasan penggunaan bahan kimia berbahaya jenis formalin pada ikan di Pasar Ikan Rejomulyo Semarang, Rabu (12/11) malam.
Saat berada di pasar ikan terbesar di Kota Semarang, Abdul Rokhman meminta sejumlah staf yang mendampinginya untuk mengambil contoh ikan segar dari lapak pedagang agar bisa diperiksa apakah mengandung formalin atau tidak.
Staf dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan kemudian mengambil masing-masing satu ekor ikan kembung, ikan tiga waja, dan cumi-cumi untuk kemudian dicek oleh beberapa petugas Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Semarang.
Hasil pengecekan petugas dengan menggunakan alat khusus pada dua contoh jenis ikan dan cumi-cumi yang diambil secara acak dari pedagang tersebut tidak menunjukkan ada kandungan formalin.
Abdul Rokhman mengatakan bahwa monitoring penggunaan formalin pada ikan yang dijual para pedagang di Kota Semarang ini dilakukan dalam rangka Bulan Mutu Perikanan selama November 2014 untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya mutu serta keamanan hasil perikanan.
"Inti dari program yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada 19 Oktober 2014 adalah menyadarkan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan konsumen tentang arti mutu serta jaminan keamanan bagi kesehatan masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan bahwa formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi itu sekarang banyak disalahgunakan sebagai pengawet bahan makanan termasuk hasil perikanan.
"Jika dikonsumsi manusia, formalin dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal, serta penyebab kanker jika telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup banyak," ujarnya.
Menurut dia, ciri-ciri ikan segar tanpa formalin adalah warna insang merah terang, berbau amis segar, mudah busuk, dan dihinggapi lalat.
Terkait dengan masih maraknya penyalahgunaan formalin pada hasil perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah bekerja sama dengan komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia dan menghasilkan fatwa MUI Nomor 43 Tahun 2012 yang intinya adalah penggunaan formalin hasil perikanan, haram hukumnya.
Fatwa haram ini juga meliputi orang yang memperdagangkan ikan dan produk perikanan yang mengandung formalin.
"Pengawasan terhadap penggunaan formalin pada hasil perikanan selanjutnya kami serahkan pada pemerintah daerah setempat yang fasilitas dan alat-alat untuk melakukan pengecekan langsung di lapangan akan kami lengkapi," katanya.
Saat berada di pasar ikan terbesar di Kota Semarang, Abdul Rokhman meminta sejumlah staf yang mendampinginya untuk mengambil contoh ikan segar dari lapak pedagang agar bisa diperiksa apakah mengandung formalin atau tidak.
Staf dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan kemudian mengambil masing-masing satu ekor ikan kembung, ikan tiga waja, dan cumi-cumi untuk kemudian dicek oleh beberapa petugas Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Semarang.
Hasil pengecekan petugas dengan menggunakan alat khusus pada dua contoh jenis ikan dan cumi-cumi yang diambil secara acak dari pedagang tersebut tidak menunjukkan ada kandungan formalin.
Abdul Rokhman mengatakan bahwa monitoring penggunaan formalin pada ikan yang dijual para pedagang di Kota Semarang ini dilakukan dalam rangka Bulan Mutu Perikanan selama November 2014 untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya mutu serta keamanan hasil perikanan.
"Inti dari program yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI pada 19 Oktober 2014 adalah menyadarkan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan konsumen tentang arti mutu serta jaminan keamanan bagi kesehatan masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan bahwa formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi itu sekarang banyak disalahgunakan sebagai pengawet bahan makanan termasuk hasil perikanan.
"Jika dikonsumsi manusia, formalin dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal, serta penyebab kanker jika telah terakumulasi dalam jumlah yang cukup banyak," ujarnya.
Menurut dia, ciri-ciri ikan segar tanpa formalin adalah warna insang merah terang, berbau amis segar, mudah busuk, dan dihinggapi lalat.
Terkait dengan masih maraknya penyalahgunaan formalin pada hasil perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah bekerja sama dengan komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia dan menghasilkan fatwa MUI Nomor 43 Tahun 2012 yang intinya adalah penggunaan formalin hasil perikanan, haram hukumnya.
Fatwa haram ini juga meliputi orang yang memperdagangkan ikan dan produk perikanan yang mengandung formalin.
"Pengawasan terhadap penggunaan formalin pada hasil perikanan selanjutnya kami serahkan pada pemerintah daerah setempat yang fasilitas dan alat-alat untuk melakukan pengecekan langsung di lapangan akan kami lengkapi," katanya.
Pewarta: Wisnu Adhi N.
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: