Jakarta (ANTARA News) - Para perempuan ternyata berada di garis depan perang melawan ISIS di kota perbatasan Suriah-Turki, Kobane.

Bahkan komandan lapangan utama pasukan Kurdi Suriah di Kobane adalah seorang perempuan berusia 40 tahun bernama Narin Afrin.

"Kami akan membebaskan kota Kobane dari rumah ke rumah, dan kami bertekad untuk membasmi terorisme dan fundamentalisme," kata Afrin seperti dikutip AFP.

Perempuan pejuang Kurdi perkasa lainnya adalah Viyan Peyman. Perempuan berusia 26 tahun itu kini menjadi petembak jitu (sniper), padahal dulu dia adalah guru.

"ISIS ada di seberang jalan sana, dan begitu saya melihat mereka, saya tembak mereka," kata dia.

Dengan sabar dia mengintip sasarannya dari balik kantung-kantung pasir dengan jari tangan selalu siap di pelatuk senapan, tetapi dia tidak asal tembak demi mengirit amunisi.

Ketika ditanyai NBC News mengenai begitu banyak perempuan berada di garis depan melawan ISIS di Kobane, Viyan Peyman menjawab bahwa keberanian itu sudah mendarah daging pada setiap perempuan Kurdi.

"Kami bangkit dan berjuang, terutama di sini di Timur Tengah di mana perempuan diperlakukan sebelah mata. Kami berdiri di sini sebagai simbol kekuatan semua perempuan di kawasan ini," kata Peyman.

Peyman sudah menumpahkan darahnya untuk Kobane karena dia sudah dua kali tertembak pada perutnya, tapi dia terus berada di garis depan.

Tujuannya adalah mempertahankan Kobane dan hak-hak perempuan.

"Saya sudah bersumpah pada diri saya bahwa di mana pun ada minoritas yang diserang, saya akan ke sana untuk berperang demi hak mereka. Itulah sumpah saya," kata Peyman.

Dalam satu kesempatan beristirahat dari perang, Peyman berjalan ke lorong untuk merokok sembari menyanyikan lagu yang dia tulis sendiri.

Lirik lagunya itu berisi penghormatan untuk kawan seiring yang telah meninggalkan dia, sedangkan nyanyian dia diiringi oleh nyalak senapan di luar sana, demikian NBC News.