Jerusalem (ANTARA News) - Israel pada Kamis (6/11) berjanji tidak akan mengizinkan kaum Yahudi berdoa di kompleks Masjid Al-Aqsa sementara sejumlah warga Yahudi yang berhaluan keras berusaha memasuki lokasi itu.

Setelah bentrokan di beberapa permukiman warga Palestina di Jerusalem Timur, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara dengan Raja Abdullah II dari Jordania lewat telepon dan berjanji bahwa Israel tidak akan mengubah status quo.

Jaminan itu diucapkan 24 jam setelah konfrontasi di kompleks Masjid Al Aqsa, ketika polisi Israel bentrok dengan warga Palestina yang melemparkan batu untuk mencegah kunjungan kelompok garis keras Yahudi --yang menyebabkan Jordania memanggil pulang duta besarnya dari Israel.

"Saya hari ini berbicara dengan Raja Abdullah dari Jordania dan kami sepakat bahwa kami akan melakukan segala usaha untuk menenteramkan situasi," kata Netanyahu.

"Saya menjelaskan kepadanya bahwa kami tetap mempertahankan status quo Temple Mount (Al Haram Asy-Syarif) dan ini termasuk peran tradisional Jordania di sana," katanya.

Ia menggunakan nama Israel untuk kompleks itu, yang menurut kaum Yahudi merupakan tempat pertama serta kedua kuil Yahudi, yang dihancuran Romawi tahun 70 Masehi.

Berdasarkan status quo sekarang, kaum Yahudi diizinkan mengunjungi kompleks itu tetapi tidak untuk berdoa karena khawatir akan menimbulkan konflik di salah satu dari tempat-tempat suci Timur Tengah itu.

"Raja Abdullah mengatakan Jordania menolak keras setiap tindakan yang merusak kesucian Masjid Al-Aqsa," kata satu pernyataan istana.

Menurut perjanjian perdamaian tahun 1994 antara kedua negara, Jordania ditetapkan sebagai penjaga kompleks Masjid Al-Aqsa dan tempat-tempat suci Muslim lainnya di Jerusalem Timur yang dianeksasi Israel.

Kekhawatiran akan perubahan keputusan status quo itu telah menimbulkan kerusuhan selama beberapa minggu di lokasi itu.

Ketika Netanyahu berbicara, sekitar 150 warga Yahudi berkumpul dekat Kota Tua untuk bergerak "ke pintu-pintu gerbang Temple Mount".

"Kami akan bergerak menuju Temple Mount. Atas izin Tuhan, kami akan sampai di sana," kata salah satu peserta aksi, Ariel Groner, kepada AFP di lokasi.

Yaakov Heyman, warga Israel kelahiran Amerika Serikat, mengatakan ia berada di sana untuk mengirim pesan kepada para warga Palestina yang melakukan protes terhadap warga Yahudi untuk "memberikan hak kami di Temple Mount".

"Peluru-peluru tidak akan menghambat kebebasan kami," katanya, sementara massa mengacung-acungkan bendera-bendera warna biru dan emas dengan satu gambar Temple Mount.

Para pengunjuk rasa kemudian bergerak ke Tembok Barat, yang mereka "pintu gerbang Temple Mount", tetapi akhirnya dicegah oleh polisi sebelum memasuki kompleks itu.

Di tempat-tempat lain di sektor timur kota yang diduduki Israel itu bentrokan meletus antara polisi dan para warga Palestina yang melemparkan batu-batu.

Kerusuhan terjadi di kamp pengungsi Shuafat, tempat sekitar 200 pemuda melemparkan batu dan petasan ke pasukan keamanan, yang menanggapinya dengan melepaskan tembakan gas air mata, granat-granat, kata seorang koresponden kantor berita AFP.

Polisi pada Kamis malam mengumumkan mereka akan melarang pria berusia 35 tahun ke bawah memasuki Masjid Al-Aqsa untuk Shalat Jumat, setelah intelijen mengidikasikan "para pemuda Arab bermaksud mengganggu ketertiban" setelah shalat itu. (Uu.H-RN)