Harga Kopi Arabika di Aceh turun
1 November 2014 19:40 WIB
Harga Biji Kopi Turun Petani memperlihatkan biji kopi arabika usai dipanen di lahan pertanian Desa Sungai Rumpun, Gunung Tujuh, Kerinci, Jambi, Rabu (2/7). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
Banda Aceh (ANTARA News) - Harga biji Kopi Arabika di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh, dalam sepekan terakhir ini mengalami penurunan, karena pengaruh musim hujan, sehingga komoditas tersebut tidak bisa dijemur.
Hamzah, salah seorang petani di Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, Sabtu mengatakan, harga kopi gelondongan (kopi merah) dibeli oleh pengumpul Rp9.000/bambu (1,5 Kg), padahal empat hari lalu telah mencapai Rp11.500/bambu.
Begitu juga dengan harga kopi gabah dan beras juga mengalami penurunan. Harga kopi gabah Rp23.000/bambu, yang sebelumnya mencapai Rp27.000/bambu dan kopi beras Rp52.000 yang sebelumnya Rp57.000/Kg.
"Turunnya harga kopi tersebut tidak diherankan oleh patani karena harga kopi di musim hujan pasti turun tiba-tiba karena menurut pengumpul atau toke, komoditas tersebut tidak bisa dijemur, sehingga harganya terus turun," sebut Hamzah.
Dikatakan, saat ini kopi belum memasuki panen puncak, tetapi sebagian biji kopi sudah mulai memerah, walau tidak banyak. Panen puncak diperkirakan Januari dan Februari 2015.
Hamzah mengharapkan pemerintah daerah setempat untuk memantau harga kopi, sehingga tidak terjadi permainan harga karena petani tidak mengetahui harga kopi secara pasti. "Bila tiba-tiba harga turun ya turun, bila naik ya naik," kata Hamzah.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produser Fair Trade Indonesia (APFI) Ir Djumhur menyebutkan, pasaran dunia harga kopi tidak turun, apalagi kopi sudah menjalani kontrak dengan pembeli luar negeri untuk tiga bulan ke depan.
Seharusnya, kata Djumhur, harga kopi naik karena kontrak sudah ditandatangani untuk tiga bulan ke depan, sedangkan stok kopi saat ini kurang disebabkan belum memasuki panen puncak.
"Turunnya harga kopi di tingkat petani tersebut hal yang biasa karena spekulasi dan sistem dagang, mungkin toke atau pengumpul tidak bisa menjemur kopi," kata Djumhur.
Menurut Djumhur, harga kopi di setiap daerah bisa berbeda-beda karena ada daerah yang kopinya bagus dan ada yang kurang bagus, apalagi kopi sifatnya dagang sehingga masalah harga bisa terjadi turun dan naik.
"Pengumpul bisa saja menaikkan harga untuk mendapatkan kopi dari petani," ungkapnya.
Walau demikian, kata Djumhur, pihaknya akan mencari sebab kenapa harga kopi bisa turun sedangkan kontrak harga sudah ditandatangani oleh pembeli dari luar negeri.
(H011/T007)
Hamzah, salah seorang petani di Pondok Baru, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, Sabtu mengatakan, harga kopi gelondongan (kopi merah) dibeli oleh pengumpul Rp9.000/bambu (1,5 Kg), padahal empat hari lalu telah mencapai Rp11.500/bambu.
Begitu juga dengan harga kopi gabah dan beras juga mengalami penurunan. Harga kopi gabah Rp23.000/bambu, yang sebelumnya mencapai Rp27.000/bambu dan kopi beras Rp52.000 yang sebelumnya Rp57.000/Kg.
"Turunnya harga kopi tersebut tidak diherankan oleh patani karena harga kopi di musim hujan pasti turun tiba-tiba karena menurut pengumpul atau toke, komoditas tersebut tidak bisa dijemur, sehingga harganya terus turun," sebut Hamzah.
Dikatakan, saat ini kopi belum memasuki panen puncak, tetapi sebagian biji kopi sudah mulai memerah, walau tidak banyak. Panen puncak diperkirakan Januari dan Februari 2015.
Hamzah mengharapkan pemerintah daerah setempat untuk memantau harga kopi, sehingga tidak terjadi permainan harga karena petani tidak mengetahui harga kopi secara pasti. "Bila tiba-tiba harga turun ya turun, bila naik ya naik," kata Hamzah.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Produser Fair Trade Indonesia (APFI) Ir Djumhur menyebutkan, pasaran dunia harga kopi tidak turun, apalagi kopi sudah menjalani kontrak dengan pembeli luar negeri untuk tiga bulan ke depan.
Seharusnya, kata Djumhur, harga kopi naik karena kontrak sudah ditandatangani untuk tiga bulan ke depan, sedangkan stok kopi saat ini kurang disebabkan belum memasuki panen puncak.
"Turunnya harga kopi di tingkat petani tersebut hal yang biasa karena spekulasi dan sistem dagang, mungkin toke atau pengumpul tidak bisa menjemur kopi," kata Djumhur.
Menurut Djumhur, harga kopi di setiap daerah bisa berbeda-beda karena ada daerah yang kopinya bagus dan ada yang kurang bagus, apalagi kopi sifatnya dagang sehingga masalah harga bisa terjadi turun dan naik.
"Pengumpul bisa saja menaikkan harga untuk mendapatkan kopi dari petani," ungkapnya.
Walau demikian, kata Djumhur, pihaknya akan mencari sebab kenapa harga kopi bisa turun sedangkan kontrak harga sudah ditandatangani oleh pembeli dari luar negeri.
(H011/T007)
Pewarta: Heru Dwi S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: