Jakarta (ANTARA News) - Kantor Perwakilan PBB untuk Koordinasi REDD+ (UNORCID) meluncurkan Akademi REDD+ pertama di Indonesia untuk membangun sinergi dalam usaha memerangi deforestasi dengan menciptakan nilai-nilai ekonomis dari karbon yang tersimpan di dalam hutan.

Menurut Kepala Badan REDD+ Indonesia Heru Prasetyo dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu, sinergi dalam usaha memerangi deforestasi dan mengembangkan ekonomi hijau perlu dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.

"Ini (Akademi REDD+) merupakan sebuah katalisator untuk menunjukkan aksi di dalam dan di tengah masyarakat secara nasional. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada Anda sekalian mengenai apa arti dari sebuah keberlanjutan dengan hubungannya kepada hutan, dan apa harga yang harus dibayar jika kita tidak mempedulikannya," kata dia.

Direktur UNORCID Satya Tripathi menambahkan Akademi REDD+ diluncurkan di Indonesia karena dianggap sebagai perintis yang dapat menginspirasi negara-negara lain dalam upaya memerangi deforestasi.

"Indonesia merupakan negara perintis REDD+ yang menginspirasi dan memotivasi pelaksanaan REDD+ di negara-negara lainnya," kata dia.

Program Reduksi Emisi, Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) merupakan suatu terobosan yang bertujuan memberikan dukungan terhadap kemajuan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengintegrasi kelestarian lingkungan serta pembangunan ekonomi.

Akademi REDD+ dibentuk oleh para ahli UN-REDD, UNORCID dan Universitas Yale untuk memberikan pengetahuan yang komprehensif serta mudah dipahami kepada para peserta mengenai apa itu REDD+ dan bagaimana peranannya dalam pembangunan nasional.

Akademi REDD+ di Indonesia dilaksanakan di Yogyakarta dan diikuti oleh 83 perwakilan dari pemerintah di Asia-Pasifik, anggota parlemen Indonesia serta beberapa media massa.

Pelatihan selama 4 hari di Yogyakarta merupakan seri perdana dari acara-acara REDD+ global lainnya yang akan dilakukan dalam rangka menjaga momentum menuju "ekonomi hijau".

Indonesia merupakan rumah bagi hutan hujan tropis ketiga terbesar di seluruh dunia, yang memiliki visi dalam pembangunan yang berkelanjutan. Pusat dari upaya REDD+ adalah kebijakan dan insentif yang diberikan untuk mengurani emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta memelihara dan meningkatkan cadangan karbon.

"Bagi saya, pelatihan ini merupakan sebuah kesempatan yang sangat positif untuk memperoleh lebih banyak informasi mengenai REDD+. Saya ingin terlibat lebih jauh, dengan harapan di waktu yang akan datang kita dapat menciptakan kerangka-kerangka kerja dan juga kebijakan yang nantinya akan bermanfaat bagi masyarakat," kata salah satu peserta dari Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa.

Berdasarkan data dari Badan Lingkungan PBB, saat ini lebih dari 50 negara telah tergabung dalam kemitraan UN-REDD+ sebagai usaha tunggal dan terbesar untuk menyampaikan isu-isu mengenai deforestasi dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana mengamankan peranan ekosistem hutan yang sangat penting bagi kalangsungan lingkungan dan kehidupan manusia.

Setelah diluncurkan perdana di Indonesia, Akademi REDD+ berikutnya akan ditujukan bagi negara-negara di kawasan Amerika Latin yang rencananya dilaksanakan di Buenos Aires, Argentina, pada awal 2015 mendatang.