Ratusan warga Matra berjaga-jaga pascabentrok
1 November 2014 00:32 WIB
Ilustrasi. Warga dari Desa Binangga dan Beka terlibat saling serang ketika terjadi bentrok antar warga di Marawola, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (17/12). Bentrok menggunakan senjata dumdum, senapan angin, tombak, panah dan busur itu akhirnya dibubarkan aparat polisi/TNI sehingga tidak sempat menelan korban jiwa. (FOTO ANTARA/Zainuddin MN)
Matra (ANTARA News) - Ratusan warga dari enam desa di wilayah Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara (Matra) Sulawesi Barat, masih berjaga-jaga pascabentrok dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Widya Teknologi Lestari.
Pemantauan Antara di Matra, Jumat malam, ratusan warga masih memilih bertahan dengan melakukan penjagaan di kawasan areal lahan perkebunan yang bersengketa di atas lahan seluas 1.050 hektare.
Aksi pendudukan lahan yang dilakukan warga telah berlangsung lima bulan terakhir. Tak pelak, perusahaan yang mencoba memanen sawit mendapat perlawanan dari warga.
Meski perusahaan mendapat pengawalan aparat polisi, namun jumlah massa yang besar membuat pihak perusahaan memilih mundur untuk menghindari benturan.
Hingga saat ini, warga yang dilengkapi senjata tajam ikut menyandera satu unit mobil dam truk warnah merah yang digunakan mandor perusahaan bersama aparat polisi.
"Kami kecewa karena aparat polisi pro terhadap pengusaha. Kami anggap, aparat polisi dibayar oleh perusahaan untuk melakukan panen di lokasi lahan sengketa. Keberpihakan polisi sangat jelas sebab ketika warga yang melakukan panen maka aparat polisi langsung melakukan penangkapan dan bahkan memenjarakan petani. Bukan hanya itu, warga terkadang dipukuli oleh oknum polisi," kata Hukma salah seorang warga Baras.
Karena itu kata dia, pemerintah daerah diharapkan membuka mata untuk melihat kondisi petani yang telah dirampas haknya.
"Pemerintah jangan cuma meraup untung dibalik kasus ini. Yang pastinya, kami akan menduduki lahan sengketa ini hingga ada penyelesaian yang tidak merugikan petani," jelasnya. (*)
Pemantauan Antara di Matra, Jumat malam, ratusan warga masih memilih bertahan dengan melakukan penjagaan di kawasan areal lahan perkebunan yang bersengketa di atas lahan seluas 1.050 hektare.
Aksi pendudukan lahan yang dilakukan warga telah berlangsung lima bulan terakhir. Tak pelak, perusahaan yang mencoba memanen sawit mendapat perlawanan dari warga.
Meski perusahaan mendapat pengawalan aparat polisi, namun jumlah massa yang besar membuat pihak perusahaan memilih mundur untuk menghindari benturan.
Hingga saat ini, warga yang dilengkapi senjata tajam ikut menyandera satu unit mobil dam truk warnah merah yang digunakan mandor perusahaan bersama aparat polisi.
"Kami kecewa karena aparat polisi pro terhadap pengusaha. Kami anggap, aparat polisi dibayar oleh perusahaan untuk melakukan panen di lokasi lahan sengketa. Keberpihakan polisi sangat jelas sebab ketika warga yang melakukan panen maka aparat polisi langsung melakukan penangkapan dan bahkan memenjarakan petani. Bukan hanya itu, warga terkadang dipukuli oleh oknum polisi," kata Hukma salah seorang warga Baras.
Karena itu kata dia, pemerintah daerah diharapkan membuka mata untuk melihat kondisi petani yang telah dirampas haknya.
"Pemerintah jangan cuma meraup untung dibalik kasus ini. Yang pastinya, kami akan menduduki lahan sengketa ini hingga ada penyelesaian yang tidak merugikan petani," jelasnya. (*)
Pewarta: Aco Ahmad
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: