Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 7,0 persen apabila pondasi ekonomi nasional telah memadai dan kinerja investasi makin meningkat.

"Untuk pertumbuhan sebesar tujuh persen, membutuhkan investasi mendekati 10 persen. Kita harus perkuat investasi karena ekspor belum bisa diandalkan dalam jangka pendek," katanya di Jakarta, Senin malam.

Bambang mengatakan pertumbuhan investasi yang baik dapat mendukung perekonomian nasional, karena itu Presiden Joko Widodo memberikan arahan untuk mempercepat prosedur birokrasi agar iklim investasi kondusif bagi para investor.

"Pak presiden minta tekanan birokrasi yang tidak berbelit, kalau berbelit investasi tidak masuk. Karena dengan (investasi) itu, pertumbuhan ekonomi yang stagnan lima persen mengandalkan konsumsi, dapat ditingkatkan," katanya.

Menurut Bambang, perbaikan prosedur birokrasi tersebut harus didukung dengan kondisi ekonomi makro serta fundamental yang stabil, agar sektor investasi bisa memiliki daya angkat yang lebih baik dari konsumsi untuk mendukung pertumbuhan.

"Investasi itu bukan hanya di FDI, tapi juga belanja modal, APBN dan ekspansi BUMN. Kalau mulai 2015, kita punya program infrastruktur besar-besaran, percepatan itu selain membereskan infrastruktur tapi juga bisa membantu pertumbuhan," katanya.

Bambang mengatakan dengan melakukan berbagai pembenahan struktural ekonomi yang serius, yang didukung pulihnya kondisi perekonomian global, maka Indonesia bisa mulai tumbuh tinggi dalam dua atau tiga tahun mendatang.

"Tahun 2015, mudah-mudahan sudah lebih pulih, dan paling cepat itu 2016, itupun memerlukan reformasi struktural yang serius," tegasnya.

Presiden Joko Widodo memiliki tantangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 7,0 persen sesuai dengan janji politik yang diucapkan pada pemilu, padahal saat ini pertumbuhan ekonomi melambat pada kisaran 5,1 persen-5,3 persen.

Sementara, asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2015 ditetapkan 5,8 persen, atau angka yang relatif tinggi mengingat kondisi perekonomian global masih mengalami pelambatan.