Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Yasonna H Laoly untuk bekerja.

"Kami beri kesempatan beliau bekerja, nanti dilihat dan pada waktunya dievaluasi," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.

Yasonna H Laoly adalah politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang pernah menjabat Wakil Ketua Badan Anggaran pada Dewan Perwakilan Rakyat.

Zulkarnain mengaku KPK akan memberikan masukan kepada Yasonna.

"Tentu saja beliau perlu diberi masukan untuk memperkaya informasi yang penting-penting," tambah Zulkarnain.

Namun Zulkarnain tidak merinci informasi apa yang menurut KPK harus diketahui Menkumham.

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto berharap Menkumham mengawal penguatan KPK.

"Kalau presidennya saja sangat menghargai rekomendasi KPK soal rekam jejak calon menteri, maka seharusnya Kemenkumham juga mengawal penguatan KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Agus.

Ia menilai meski Yasonna berasal dari partai politik, seharusnya Yasonna tetap dapat berlaku proporsional, adil dan mengedepankan kesamaan kedudukan di hadapan hukum.

"Inilah realitas politik, meski punya hak prerogatif, akhirnya (presiden) juga harus akomodatif dengan partai pendukung. Yang penting menteri atau presiden jangan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan terutama di KPK," ungkap Agus.

Dengan ditunjukkan Yasonna, semakin mengukuhkan tradisi pemilihan Menteri Hukum dan HAM yang didominasi partai politik sejak reformasi 1998.

Sebelumnya Muladi dari Partai Golkar menjabat Menkumham pada 1998-1999, dilanjutkan Yusril Ihza Mahendra dari Partai Bulan Bintang (23 Oktober 1999 - 7 Februari 2001 dan 9 Agustus 2001-20 Oktober 2004), Mohammad Mahfud MD dari Partai Kebangkitan Bangsa (20 Juli-9 Agustus 2001), Hamid Awaluddin dari partai Golkar (2004-2007), Andi Mattalatta juga dari partai Golkar (2007-2009), Patrialis Akbar dari Partai Amanat Nasional (2009-2011) serta Amir Syamsuddin dari Partai Demokrat (2011-2014).

Pengecualian orang non partai hanya diberikan kepada Baharuddin Loppa yang hanya menjabat sekitar 4 bulan yaitu 9 Februari-2 Juni 2001 dan Marsilam Simanjuntak yang menjabat hanya sekitar 1 bulan yaitu 2 Juni-20 Juli 2001.