Jakarta (ANTARA News) - Deputi Dewan Komisoner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Endang K Trisubari mengatakan pemerintah akan mengatur peran agen dalam sistem "bank tanpa kantor" karena menjadi penghubung antara perbankan dan masyarakat.

"Aturan tidak berapa lagi dikeluarkan, saat ini hampir final," kata Endang dalam Forum Internasional Finansial Inklusif yang diselenggarakan Bank Mandiri di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, dalam aturan itu akan dinyatakan bahwa agen merupakan kalangan individu, atau lembaga berbadan hukum.

"Asalkan bisa dipercaya di lingkungannya maka seseorang bisa menjadi agen. Untuk yang berbadan hukum telah menunjuk PT Pos Indonesia, PT Pegadaian, sejumlah perusahaan mikro finansial dan perusahaan seperti Alfamart dan Indomart," kata dia.

Ia mengemukakan, perbankan diberikan wewenang untuk menilai kelayakan seorang agen berdasarkan aturan OJK itu.

"Jadi ada uji kelayakan, mengenai ini pihak bank sendiri yang menerapkan metodenya," kata dia.

Terkait dengan identitas membuka rekening melalui agen, dan menurut dia, OJK bersikap lebih lunak dengan mengizinkan menggunakan kartu tanda penduduk atau kartu indentitas lain.

"Persyaratan administrasi disadari menjadi masalah utama mengapa kalangan masyarakat miskin enggan mengases bank, sehingga OJK menerapkan regulasi yang cukup lunak meski tetap mengharuskan adanya keterangan diri," kata Endang Trisubari.

Ia menambahkan, pada akhirnya, para agen ini akan diberikan wewenang untuk menjadi pihak yang namanya dipakai untuk pembukaan rekening.

"Ada warga yang malu ke bank, mungkin karena hanya bersandal jepit, maka bisa menggunakan agen untuk menggantikannya," kata dia.

Sementara, berdasarkan hasil data Bank Dunia tahun 2011, akses penduduk Indonesia hanya 19,6 persen. Sebagai pembanding, Malaysia 66,7 persen, Fhilipina 26,5 pesen, Thailand 77,7 persen, Vietnam 21,4 persen, India 35,2 persen, China 63,8 persen, Rusia 48,2 persen, Brazil 55,9 persen.
(SDP-68/A011)