PPP bukan partai "gangster"
15 Oktober 2014 21:47 WIB
ilustrasi Tolak Muktamar PPP Ke-VIII Massa yang tergabung dalam simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Suryadharma Ali (SDA) dan Mujahid Anshori (Ketua DPW PPP Jatim versi SDA) menggelar aksi unjuk rasa di depan tempat berlangsung nya Muktamar PPP ke-VIII di Empire Palace, Surabaya, Jatim, Rabu (15/10). Mereka menuntut dibubarkannya Muktamar PPP ke-VIII. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat) ()
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekjen DPP PPP, Akhmad Gojali Harahap, mengatakan, PPP bukanlah partai "gangster", maka segala keputusan Mahkamah Partai dan Majelis Syariah PPP harus dipatuhi dan dihormati.
"Siapapun tahu PPP sebagai partai ulama yang istiqomah berazaskan Islam, tentu menjunjung tinggi nilai, aturan dan tawadlu' terhadap ulama. Fatwa Ulama, Mbah Maimoen Zubair dan keputusan Mahkamah Partai harus dijunjung tinggi, bukan diplintir mewakili kepentingan perorangan," kata Gojali di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Muktamar yang digelar di Surabaya seolah-olah Muktamar VIII, sebenarnya bukan muktamar.
"Ini adalah tipu muslihat yang memperdayai ulama dan kader partai. Tidak ada ulama yang datang, apalagi tokoh-tokoh nasional, kader yang datang juga banyak yang "abal-abal", sehingga Muktamar Surabaya ini bisa dikategorikan sebagai Muktamar "abal-abal" yang pada gilirannya akan melahirkan Ketua Umum yang "abal-abal"," ungkap Gojali.
Maka, sambung dia, pantaslah kalau cara-cara mereka ini disamakan seperti gangster. "Kelompok yang mengejar kepentingan pribadi-pribadi dengan cara memaksa, intimidasi dan teror kepada pimpinan DPC. Mereka yang tidak hadir di Surabaya akan dipecat, dan DPC ketakutan. Mereka juga menabrak aturan, keputusan Mahkamah Partai dan Fatwa Ulama (Ketua Majelis Syariah)," ujar Gojali.
Digelarnya muktamar oleh kubu Romahurmuziy tak lain karena ingin mendapat jabatan menteri di Kabinet Jokowi-JK nanti.
"Masak, "ngebet" jadi menteri saja pakai bikin Muktamar, sungguh keterlaluan kebodohan ini. Sumber daya partai dikerahkan hanya untuk menyokong popularitas perorangan untuk jadi Menterinya Jokowi. Kalau tidak segera membubarkan diri mereka akan kualat, karena telah mendzalimi ulama, kader dan umat Islam," pungkas Gojali. (Zul)
"Siapapun tahu PPP sebagai partai ulama yang istiqomah berazaskan Islam, tentu menjunjung tinggi nilai, aturan dan tawadlu' terhadap ulama. Fatwa Ulama, Mbah Maimoen Zubair dan keputusan Mahkamah Partai harus dijunjung tinggi, bukan diplintir mewakili kepentingan perorangan," kata Gojali di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Muktamar yang digelar di Surabaya seolah-olah Muktamar VIII, sebenarnya bukan muktamar.
"Ini adalah tipu muslihat yang memperdayai ulama dan kader partai. Tidak ada ulama yang datang, apalagi tokoh-tokoh nasional, kader yang datang juga banyak yang "abal-abal", sehingga Muktamar Surabaya ini bisa dikategorikan sebagai Muktamar "abal-abal" yang pada gilirannya akan melahirkan Ketua Umum yang "abal-abal"," ungkap Gojali.
Maka, sambung dia, pantaslah kalau cara-cara mereka ini disamakan seperti gangster. "Kelompok yang mengejar kepentingan pribadi-pribadi dengan cara memaksa, intimidasi dan teror kepada pimpinan DPC. Mereka yang tidak hadir di Surabaya akan dipecat, dan DPC ketakutan. Mereka juga menabrak aturan, keputusan Mahkamah Partai dan Fatwa Ulama (Ketua Majelis Syariah)," ujar Gojali.
Digelarnya muktamar oleh kubu Romahurmuziy tak lain karena ingin mendapat jabatan menteri di Kabinet Jokowi-JK nanti.
"Masak, "ngebet" jadi menteri saja pakai bikin Muktamar, sungguh keterlaluan kebodohan ini. Sumber daya partai dikerahkan hanya untuk menyokong popularitas perorangan untuk jadi Menterinya Jokowi. Kalau tidak segera membubarkan diri mereka akan kualat, karena telah mendzalimi ulama, kader dan umat Islam," pungkas Gojali. (Zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: