Bandarlampung (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila), Marsellina E MPM, berpendapat keberadaan hypermarket (mal, supermarket, plaza atau pusat belanja modern) tidak mungkin bisa dibatasi, sejalan dengan perkembangan perekonomian modern saat ini. "Sulit kalau mau membatasi masuknya hypermarket itu, karena berarti akan menolak masuknya investasi ke daerah-daerah," ujar Marsellina di Bandarlampung Selasa pada seminar menyoal pasar tradisional sebagai objek wisata selain potensi ekonomi tersebut. Menurut dia, seharusnya masuknya berbagai bentuk investasi ke daerah-daerah termasuk dalam bentuk hypermarket tidaklah patut ditolak hanya karena alasan keberadaannya bisa mematikan pasar tradisional yang telah ada. "Saya kira, masing-masing pasar itu, yang modern maupun tradisional punya kelebihan dan pangsa yang berbeda," ujar dia. Dia justru sepakat untuk mengembangkan potensi ekonomi pasar tradisional sekaligus sebagai objek wisata unggulan di daerah-daerah termasuk di Lampung, dengan melakukan penataan yang saling mendukung keberadaan pasar tradisional dan modern satu sama lain. Marsellina menyebutkan, potensi besar pengembangan pasar tradisional untuk kalangan menengah ke bawah maupun para wisatawan di Lampung itu, diantaranya dengan menjual beberapa produk khas Lampung, seperti kopi, lada, terasi, ikan asing dan produk unggulan daerah ini yang lain. "Pemerintah daerah melalui dinas terkait tinggal menatanya, di mana lokasi yang tepat dan produk unggulan khas apa yang layak dijual," ujar Marsellina lagi. Ia menegaskan, keberadaan pasar modern tidaklah perlu terlalu dikhawatirkan sepanjang terdapat penataan yang baik oleh pemerintah daerah. Sejumlah perwakilan asosiasi pedagang pasar tradisional di Bandarlampung dalam kesempatan itu mengingatkan peran pemerintah daerah setempat untuk ikut menumbuhkan dan membina para pedagang pasar tradisional, serta menata kawasan pasar tradisional yang selama ini cenderung terkesan kumuh dan tidak tertata sehingga pembeli enggan datang.(*)