Washington (ANTARA News) - Prospek ekonomi Asia dan Pasifik tetap kuat meskipun pertumbuhannya lebih lemah dari perkiraan pada semester pertama tahun ini, sebuah laporan penelitian terbaru oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan pada Jumat.

Menurut laporan itu, pemulihan global sedang berlangsung, kondisi keuangan secara luas masih akomodatif dan kebijakan-kebijakan akan membantu menopang pertumbuhan wilayah ini di masa depan, lapor Xinhua.

Pertumbuhan ekonomi Asia diperkirakan akan mencapai 5,5 persen pada 2014 dan mempercepat sedikit menjadi 5,6 persen pada 2015, kata laporan itu.

Momentum yang kuat di Amerika Serikat dan pemulihan global bertahap namun lemah akan terus memberikan dorongan untuk ekspor di kawasan itu, sementara pertumbuhan kredit yang kuat dan suku bunga relatif rendah akan mendorong permintaan domestik, katanya.

Penelitian ini memperkirakan perekonomian Tiongkok tumbuh sekitar 7,5 persen pada semester kedua tahun ini, dibantu oleh langkah-langkah stimulus yang ditargetkan.

Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan akan melambat menjadi 0,9 persen tahun ini dan turun sedikit menjadi 0,8 persen pada tahun depan.

Laporan tersebut mengatakan bahwa prospek ekonomi India telah meningkat, dengan produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 5,6 persen pada 2014 dan meningkat menjadi 6,4 persen pada 2015.

Namun, laporan ini juga memperingatkan risiko penurunan pada perekonomian kawasan. Berlarut-larutnya pertumbuhan yang lemah di negara-negara maju dan emerging market adalah risiko penurunan utama untuk prospek.

Changyong Rhee, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, mengatakan pada konferensi pers Jumat bahwa penurunan yang lebih tajam dari yang diantisipasi di sektor real estate Tiongkok dan perlambatan berkelanjutan dalam ekonomi Jepang juga akan mempengaruhi prospek pertumbuhan regional.

Menurut Rhee, risiko keuangan dari normalisasi moneter AS terhadap wilayah tersebut telah berkurang karena negara-negara memiliki langkah-langkah untuk memperbaiki ketidakseimbangan eksternal dan domestik.

Namun, kenaikan tingkat suku bunga AS akan meningkatkan biaya pendanaan di wilayah ini dan menimbulkan ancaman terhadap pasar real estat serta utang perusahaan yang tinggi di wilayah tersebut, yang pada gilirannya akan membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, kata Rhee.

Menurut laporan itu, sebagian besar negara di kawasan Asia-Pasifik harus memulai atau melanjutkan pengetatan bertahap kondisi moneter, kecuali Jepang yang disarankan harus mempertahankan kebijakan akomodatifnya.

Laporan juga menyatakan negara-negara di kawasan ini harus melaksanakan reformasi struktural untuk menurunkan kerentanan dan melestarikan prospek pertumbuhan jangka menengah.


Penerjemah: Apep Suhendar